Jumat, 23 Desember 2011

MANINGAU NILAI SOSIAL BUDAYA DAN NILAI SENI BUDAYA BANJAR Oleh : Arsyad Indradi

Oleh : Arsyad Indradi

Sejak zaman Datu Nini baik Nilai – Nilai Sosial budaya dan Seni Budaya Banjar sudah tertanan dalam masyarakat Banjar.

I. Nilai Sosial Budaya
Nilai Sosial Budaya seperti keterampilan dan kerajinan yakni anyaman, masakan, batik, kamasan, ukir dan tatah. Anyaman dengan bahan tumbuhan purun yang menghasilkan tikar purun, bakul purun. Bahan paikat (rotan) yang menghasilkan bakul, lanjung, arangan gayak, bakul kayang ( tangkiding ), bakul pamasakan, butah, rambat, tangkitan bukit dan lain – lain. Daun nipah yang menghasilkan “tanggui“ ( tudung ), ketupat, kajang dan lain – lain. Atap rumbia yang bahannya dari daun rumbia. Dari bahan ijuk menghasilkan sapu ijuk dan tali ijuk. Demikan juga masakan berupa empat puluh satu macam kue, gangan asam, gangan balamak, gangan haliling, soto Banjar dan lain – lain. Batik Banjar berupa kain sasirangan, dinding airguci, tapih (sarung) wanita. Sasirangan adalah batik khas Kalimantan Selatan yang pada jaman dahulu digunakan untuk mengusir roh jahat dan hanya dipakai oleh kalangan orang-orang terdahulu seperti keturunan raja dan bangsawan. Proses pembuatan masih dikerjakan secara tradisional.
Masyarakat Banjar seperti masyarakat Banjarmasin, Nagara dan Martapura yang juga sebagai pengrajin kamasan ( tukang perhiasan ) bahan emas, suasa dan perak. Hasil kerajinan itu berupa : Giwang (anying-anting) seperti bonel ros barumbai, bonel air tetes, bonel air tetes barumbai dan lain-lain. Galang ( gelang ) tangan seperti galang baintan, galang rantai, galang rantai sulapit dan lain-lain. Galang batis ( kaki ) seperti galang batis buntut cacing, galang batis malati, galang wancuh.Utas (cincin) seperti utas balah paikat, utas mata satu asur wawaluhan, utas mata satu bagimus (polos), utas mata satu tusuk, utas ros parimata intan, utas rantai, utas baserong dan lain - lain. Kakalung seperti kakalung rantai sulapit, kakalung madaliun barumbai, madaliun ros, madaliun mata tiga, madalin mata satu dan lain-lain. Cucuk baju seperti cucuk baju seribu manis, cucuk baju paniti, cucuk baju daun basontek, cucuk baju daun baintan dan lain - lain. Cucuk konde seperti cucuk konde kulipak katu, cucuk konde daun talu, daun lima, cucuk konde daun seribu manis, cucuk konde ros, cucuk konde daun baintan dan lain-lain.

Ada hasil kerajinan dari bahan kuningan seperti pakucuran/peludahan, sasanggan panginangan, celengan dan lain-lain. Ada hasil kerajinan tembikar seperti dapur, kapit, tajau halus dan besar, cocot ( sejenis ciret/teko ) dan lain – lain.
Ukir dan tatah seperti dalam bentuk tatah surut (ukiran berupa relief); tatah babuku (ukiran dalam bentuk tiga dimensi), tatah baluang (ukiran “bakurawang”) dan lain – lain.

Nilai Sosial Budaya yang menjadi tempat – tempat objek wisata, di Tanah Banjar banyak jumlahnya di antaranya Pasar Terapung, pendulangan intan dan keindahan alam seperti Pulau Kambang, Gua Liang Hidangan, tempat keramat dan lain – lain.
Pasar Terapung adalah pasar tradisional yang sudah ada sejak dulu dan merupakan refleksi sosial budaya sungai orang Banjar. Pasar yang khas lagi unik ini tempat melakukan transaksi jual beli bahkan ada yang berupa barter di atas air dengan menggunakan jukung ( sampan ) yang berdatangan dari berbagai pelosok, membawa dagangan berupa lalapan ( sayur – sayuran ), buah – buahan, pancarakinan ( rempah masakan dan belah pecah ) juga makanan dan minuman. Pasar Terapung hanya berlangsung pada pagi hari sekitar jam 05.00 hingga 07.00 setiap hari. Pasar terapung ini ada dua lokasi yaitu di Kuin wilayah Banjarmasin dan Lok Baintan wilayah Kabupaten Banjar.

Seperti juga di daerah lain, Kalimantan Selatan memikili tradisi budaya dan seni budaya.
Tradisi Budaya yang kental dalam masyarakat Banjar seperti upacara kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan, kematian, baayun anak, mamalas banua/manyanggar banua, aruh ganal, badudus dan lain – lain.
Di sini akan “ditingau sakilaran “ mengenai tradisi baayun anak dan badudus.

a. Baayun Anak
Yang lebih menarik adalah menidurkan anak ini sang ibu sambil bernyanyi dengan suara merdu berayun-ayun atau mendayu-dayu.
Isi lirik ini, puji-pujian pada anaknya yang ”bungas langkar ” dan doa agar anaknya kelak kuat imannya dalam agama sampai akhir hayatnya.
Kalau tidak berupa syair atau pantun, sang ibu membaca salawat rasul atau ayat – ayat suci Al Qur’an.

Ayun Bapukung adalah menidurkan anak dengan cara sang anak didudukan dalam ayunan dibalut dengan kain tapih sebatas leher.
Ayunan untuk ”guring bapukung” tak bedanya dengan ayunan dengan posisi dibaringkan yaitu terbuat dari tapih bahalai atau kain kuning dengan ujung –ujungnya diikat dengan tali haduk ( ijuk ). Ayunan ini biasanya digantungkan pada palang plapon di ruang tengah rumah. Pada tali tersebut biasanya diikatkan Yasin, daun jariangau, kacang parang, katupat guntur, dengan maksud dan tujuan sebagai penangkal hantu – hantu atau penyakit yang mengganggu bayi. Menidurkan anak dengan bapukung biasanya lebih cepat tertidur dari pada mengayun posisi berbaring.
Maayun anak ini terkadang diadakan pada acara Mauludan yakni tanggal 12 Rabiul Awwal. Dengan maksud agar mendapat berkah kelahiran Nabi Muhammad SAW
Pada perkembangannya, maayun anak ini menjadi sebuah tradisi budaya yang setiap tahun digelar dengan istilah “ Baayun Maulud” Baayun Maulud ini sungguh berisi pesan-pesan religiusitas, filosofis dan local wisdom ( kearifan local ).
Baayun Maulud ini setiap tanggal 12 Rabiul Awwal yakni menyambut dan memperingati Maulud Rasul, oleh masyarakat Desa Banua Halat Kecamatan Tapin Utara selalu mengadakan upacara Baayun Anak atau Baayun Maulud. Tradisi budaya ini mulai popular sejak tahun 1990-an.
Juga, Baayun Anak ini adalah salah satu agenda tahunan bagi Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru Kalimantan Selatan. Yang lebih unik lagi pesta Baayun Anak ini bukan hanya baayun anak tetapi pesertanya juga baayun nenek dan kakek. Mereka sengaja ikut baayun karena nazar. Nazar ini karena sudah tercapai niat atau terkabul hajat seperti sudah naik haji, mendapat rejeki yang banyak atau untuk maksud agar penyakitnya hilang atau juga panjang umur.

2) Badudus
Setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai adat budayanya masing- masing, ada yang berbeda dan ada juga hampir sama. Dalam kesempatan ini diperkenalkan adat yang ada di suku Banjar yang mendiami Tanah Borneo bagian selatan yakni Kalimantan Selatan, yaitu Acara Badudus.

Badudus adalah acara mandi – mandi.. Acara ini ada tiga jenis, yaitu Badudus Tian Mandaring, Badudus Pengantin Banjar, dan Badudus untuk Keselamatan.
a) Badudus Tian Mandarin
Acara Badudus Tian Mandaring adalah acara Mandi – Mandi perempuan hamil pertama kali yang usia hamilnya Tujuh Bulan. Sesaji yang diadakan berupa kue – kue yang jumlahnya 41 macam. Minyak Likat Buburih adalah sebagai bahan Tapung Tawar. Air yang dimandikan berupa air yang berendam beraneka bunga sehingga air ini beraroma harum.

b) Badusus Selamatan Tahunan
Acara Badudus merupakan tradisi masyarakat Banjar terutama sebagian masyarakat Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara. Acara ini diadakan dua kali setahun yaitu acara Mandi-Mandi dilaksanakan pada pertengahan tahun Hijrah yaitu sekitar bulan Jamadil Akhir dan Selamatan Tahunan diadakan pada awal tahun Hijrah yaitu bulan Muharram . Masyarakat Amuntai sangat tebal kepercayaannya terhadap Legenda Lambung Mangkurat, bahwa raja-raja Negara Dipa seperti Empu Jalmika, Pangeran Suryanata, Pangeran Suryaganggawangsa dan lain-lainnya itu sampai sekarang masih hidup dan berada di alam gaib dan sewaktu-waktu mereka dapat diundang. Kepercayaan ini dianut secara turun temurun dan jika tidak dilaksanakan maka mengakibatkan malapetaka bagi keluarga mereka misalnya ada yang kurang waras atau kena penyakit.
Sesaji yang harus diadakan adalah 41 macam kue dan yang tidak boleh ketinggalan yaitu “ Bubur Habang Bubur Putih “, “ Kopi Pahit “, Cingkaruk Batu “, “ Rokok Jagung “, dan “ Minyak Likat Buburih “.

Serangkaian acara Badudus Selamatan Tahunan ini diadaakan lagu-lagu Badudus yang diiringi tetabuhan yang terdiri dari biola dan Tarbang Besar atau Tarbang Burdah. Ada beberapa repertoire dalam acara ini yang susunannya tidak boleh tertukar, yaitu :
Repertoire pembukaan adalah lagu Kur Sumangat, merupakan lagu mengundang roh – roh dari raja-raja yang gaib di tengah kepulan asap dupa dan kemenyan. Isi lagu adalah undangan dan ucapan maaf jika ada kesalahan dalam menyediakan sajian atau dalam pelaksanaan terdapat kekeliruan dan sebagainya.selesai lagu ini, diadakan acara Tapung
Tawar yang disebut Tatungkal dengan memercikkan minyak Likat Buburih d atas kepala pada yang dimandikan dan pada keluarga. Repertoire yang kedua Lagu Girang –
Girang, pernyataan kegembiraan. Repertoire yang ketiga adalah lagu Mandung Mas Mirah, lagu untuk menyambut puteri – puteri yang diundang. Repertoire yang keempat Lagu Dundang Sayang, berfungsi sebagai penghibur pada para undangan yang hadir. Repertoire yang kelima adalah Lagu Tarabang Burung, lagu menyambut atau menyongsong para roh – roh yang datang. Repertoire yang terakhir yaitu Lagu Burung Mantuk, l;agu untuk menghantarkan pulang para roh – roh yang telah menghadiri upacara tersebut.

Tidak jarang dalam upacara Badudus ini banyak orang – orang yang hadir kesurupan. Setelah selesai Lagu Burung Mantuk dinyanyikan yang kesurupan tersebut sadar kembali. Fungsi penyanyi terkadang adalah juga sebagai pawang dan berperan sebagai pemimpin acara.

c) Badudus Pengantin Banjar
Acara Badudus Pengantin Banjar adalah suatu acara adat masyarakat Banjar yang sampai sekarang ini masih tumbuh dan hidup dalam masyarakat Banjar. Tempo dulu Badudus merupakan acara penobatan seorang Raja. Acara ini hanya diselenggarakan oleh keturunan raja – raja saja yakni keturunan dari raja – raja Kerajaan Negara Dipa dan Kerajaan Daha, dan yang dapat menghadiri acara tersebut adalah hanya terbatas kepada seluruh keluarga saja. Setelah tidak ada lagi kerajaan di Tanah Banjar (tahun 1860 ) maka acara ini bergeser menjadi acara mandi – mandi Pengantin Banjar. Penyelenggaraan Badudus dilaksanakan oleh kedua pengantin. Dalam acara ini disediakan sesaji 41 macam kue dan minyak likat buburih yaitu bunga – bungaan yang dimasak dengan minyak kelapa dan lilin serta ditambah dengan minyak wangi. Acara badudus ini umumnya dimeriahkan dengan menyuguhkan lagu – lagu Banjar.
Sungguh, nilai – nilai Seni Budaya Nasional sangatlah “ Sugih (kaya) “ karena berakar dan bersumber dari nilai – nilai Seni Budaya Daerah. Salah satunya adalah dari Tanah Banjar.


II. Nilai Seni Budaya Tanah Banjar tersebut antara lain adalah musik, tari, sastra dan teater.

1) Seni Musik
Seni Musik Tanah Banjar terdiri dari gamelan Banjar dan musik tradisional Banjar.
a) Gamelan Banjar
Gamelan Banjar ini dahulunya hidup dan berkembang di keraton Banjar, namun sekarang ini tidak ada lagi keraton Banjar maka musik ini hidup di kalangan rakyat Banjar. Gamelan Banjar umumnya sebagai pengiring tarian seperti wayang gong, wayang kulit dan tarian klasik Banjar.
Perangkat gamelan Banjar yang paling tua adalah sepasang gamelan Banjar yang bernama “ Simanggu Kacil dan Simanggu Basar “. Gamelan Simanggu Kacil berada di Museum Nasional Jakarta sedang Simanggu Basar berada di Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru Kalimantan Selatan.

b) Musik Trasional Banjar di antaranya adalah Musik Kentung dan Musik Panting.
Musik Kentung ( instrument bamboo) ini berasal dari daerah Kabupaten Banjar yaitu di desa Sungai Alat Kecamatan Astambul dan kampung Bincau Kecamatan Martapura. Masa dahulu alat musik ini dipertandingkan. Dalam pertandingan ini bukan saja pada bunyinya, tetapi juga hal-hal yang bersifat magis, seperti kalau dalam pertandingan itu alat musik ini bisa pecah atau tidak dapat berbunyi dari kepunyaan lawan bertanding.
Musik kentung termasuk alat musik pentatonis, boleh dikatakan pula sejenis alat musik perkusi. Karena cara membunyikannya dihentakkan pada sebuah potongan kayu yang bundar. Alat musik kentung ini berjumlah 7 buah dan masing-masing mempunyai nama, yaitu : Hintalu randah, hintalu tinggi, tinti pajak,tinti gorok,pindua randah, pindua tinggi dan gorok tuha.
Musik Panding adalah seperangkat alat musik yang terdiri dari : Babun (gendang), Gong, Biola, suling dan Panting. Panting ini bentuknya seperti gitar atau gambus tapi bentuknya agak kecil. Musik Panting umumnya untuk mengiringi lagu – lagu Banjar.


2) Seni Tari Banjar.
Seni Tari Banjar ada beberapa jenis yakni Tari Kelasik Banjar seperti Tari Baksa Kembang, Baksa Panah, Baksa Lilin, Baksa Dadap, Baksa Tameng, Radap Rahayu, Tari Topeng Panji, Tari Topeng Sekartaji, Tari Topeng Kelana dan lain – lain. Tari Tradisional (rakyat) seperti Tari Tirik kuala, Tirik Lalan, Tari Japin Kuala, Japin Sisit, Tari Kuda Gepang dan Tari Wayang Gong. Tari Kreasi Baru seperti Mandulang Intan,
Tari Semangat Ratu Zaleh, Maiwak, Ambung Gunung dan lain – lain. Tari Pedalaman adalah tarian yang ada di daerah pedalaman Kalimantan Selatan ( suku Bukit ) seperti Tari Giring-Giring, Tari Gelang Bawu, Tari Gintur dan lain – lain
3) Seni Sastra
Seni Sastra di Tanah Banjar ada dua bagian yaitu Sastra Tutur dan Sastra Non Tutur ( tertulis ).

1) Sastra Tutur seperti Bakisah, Lamut, Madihin dan Mantra.

A) Bakisah
Bakisah umumnya tidak memerlukan naskah. Baik pengantar kisah atau pun dialog-dialog dibawakan, mengandalkan keterampilan berimpropisasi. Tema-tema yang diangkat terkadang fiksi tetapi ada juga yang terjadi dalam masyarakat. Pangisahan manakala melakonkan tokoh-tokoh dalam kisah, penonton benar-benar larut dalam arus plot dan karakter sang tokoh. Bilamana adegan sedih, gembira, dendam, humor atau lainnya, penonton larut ke dalamnya.

Banyak sari toladan dari ”kisah” baik mengenai adat istiadat, etika estetika hidup, pendidikan, keagamaan, patriotisme yang terkandung dalam kisah. Kalau dibandingkan propertis ( hand dan setting ) dan lightingnya antara teater monolog, bakisah sangat sederhana dan bersahaja namun Pangisahan mampu menghidupkan suasana.
Bakisah ada beberapa macam yakni Bapandung, Dundam, Lamut, Andi-Andi, Madihin dan Mantra.

a)Bapandung
Bapandung lahir di Desa Muara Munign kabupaten Tapin. Tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita, dimainkan dengan menirukan suara, tingkah laku seseorang, dan sebagainya.

b)Dundam
Bakisah dengan prosa lirik, berpantun-pantun. Lagunya lebih dekat dengan lagu mantra. Cerita adalah tokoh legenda orang Dayak (Bukit) dalam suatu kelompok. Ada hubungan cerita dengan etnis Banjar atau dengan kerajaan Banjar. Berdundam berada di suatu tempat yang berlampu remang-remang. Media untuk bercerita adalah sebuah gendang atau tarbang.yang dipukul berirama mengiring lagu pendundam bercerita.

c)Lamut
Ada yang mengatakan bahwa lamut diambil dari nama seorang tokoh cerita di dalamnya, yaitu Paman Lamut seorang tokoh yang menjadi panutan, sesepuh, baik dilingkungan kerajaan atau pun masyarakat seperti halnya Semar dalam cerita wayang.Cerita dalam Lamut menurut pakem yang ada walau tak tertulis. Cerita yang dikenal masyarakat Banjar yakni cerita tentang percintaan antara Kasan Mandi dengan Galuh Putri Jung Masari. Kasan Mandi adalah putera dari Maharajua Bungsu dari Kerajaan Palinggam Cahaya, sedangkan Galuh Putri Jung Masari adalah putri dari Indra Bayu, raja dari Mesir Keraton. Kasan Mandi kawin dengan Galuh Putri Jung Masari melahirkan seorang putra bernama Bujang Maluala dengan pengikut setianya paman Lamut bersama anak – anaknya yaitu Anglung, Anggasina dan Labai Buranta.
Lamut befungsi sebagai upacara pengobatan anak yang sakit, bisa juga berfungsi sebagai tontonan masyarakat. Pelamutan duduk berila dengan memegang sebuah gendang budar yang dikenal dengan nama tarbang. Pelamut berbaju Taluk balanga ( Koko ) memakai sarung palekat, berkopiah hitam. Penonton duduk santai lesehan.

d)Andi-Andi
Berkisah tentang legenda, dongeng dan sebagainya disaat orang brgotong royong, mengetam padi di sawah. Fungsinya menghibur orang bekerja. Ceritanya dari syair-syair, tutur candi,dan dongengan.

e) Madihin
Ada yang berpendapat bahwa madihin berasal dari kata madah, yaitu sejenis puisi lama dalam sastra Indonesia. Madah merupakan syair yang mempunyai rima yang sama pada suku akhir kalimat. Madah mengandung puji - pujian, nasehat atau petuah. Tetapi dalam perkembangannya humor atau lulucuan, sindiran yang sehat, tak ketinggalan
disuguhkan oleh Pamadihinan ( orang yang membawakan madihin ) sebagai bumbu. Hand Proferti yang digunakan adalah tarbang yang bentuknya lebih kecil dari Tarbang Lamut.

f) Mantra
Mantra adalah ujar-ujar yang merupakan sumber kekuatan spritual leluhur pusaka Banjar ( Kalimantan ). Pada hakikatnya adalah suatu permohonan kepada yang Maha Kuasa yang disampaikan dengan ujaran yang khas dan dengan gaya bahasa yang khas pula dengan keyakinan yang penuh bagi penggunanya.

2) Sastra Non Tutur ( Tertulis )
Sastra Tertulis ini ada yang dinamakan Syair, Gurindam, Pantun dan Puisi ( Sajak ).

A) Syair
Salah satu bentuk Sastra Banjar adalah “ Syair “. Seperti juga syair dikesastraan Indonsia Lama, Sastra Banjar Syair mempunyai bentuk empat baris setiap baitnya, persajakannya aa-aa dan isinya mengandung hikayat, sejarah, nasihat, pendidikan, percintaan, keagamaan dan dongeng, dan munculnya syair setelah adanya pengaruh agama Islam. Tetapi bedanya media yang digunakan Syair Kesastraan Indonesia Lama, Bahasa Indonesia sedangkan Sastra Banjar Syair, Bahasa Banjar. Disamping itu banyak syair – syair dalam Sastra Banjar ditulis oleh pengarangnya dengan menggunakan tulisan Arab. Sayangnya syair- syair yang ditulis dengan tulisan Arab ini sampai sekarang belum banyak ditulis dengan tulisan Latin. Akibatnya syair – syair Sastra Banjar ini hanya merupakan Koleksi Filologika Museum Negeri Kalsel di Banjarbaru.
Beberapa syair Banjar : Syair Sipatul Golam, Syair Ganda Kasuma, Syair Ringgit, Syair Tajul Muluk, Syair Surat Tarasul, Syair Siti Jabidah, Syair Indra Bumaya, Syair Khabar Kiamat, Syair Panji Kasmaran, Syair Brahma Sahdan, Syair Ratu Kuripan “ dan lain – lain.

B) Gurindam
Gurindam adalah syair yang terdiri dari seuntai yang isinya nasihat, petuah dan lain – lain.


C) Pantun
Masyarakat Banjar tempo dulu (bahari) sangat gemar berpantun sampai sekarang ini. Yang lebih menggembirakan bukan saja orang – orang tua tetapi juga kaula muda Tanah Banjar masih tetap menggemari pantun bahkan akan tetap melestarikannya.
Struktur pantun Banjar seperti halnya pantun Indonesia lama atau pantun Melayu yang bersetruktur : baris pertama dan kedua adalah sampiran, baris ketiga dan keempat adalah isi. Jumlah suku katanya baris pertama sama dengan baris ketiga dan baris kedua sama dengan baris keempat. Atau jika terjadi selisih suku katanya tidak lebih dari satu suku kata saja. Atau dari baris pertama, kedua, ketiga dan keempat sama jumlah suku katanya. Rima sajaknya (a),(a),(b),(b).

Terkadang pantun Banjar ada yang unik, mirip dengan syair yakni baris – barisnya hampir tidak dapat dibedakan sampiran dan isi dan rima sajaknya (a),(a),(a),(a). Yang lebih unik lagi apabila pantun ini merupakan lirik dari lagu atau nyanyian yakni terjadi pengulangan baris sehingga menimbulkan bunyi dan irama yang harmonis.
Pantun Banjar ada lima ragam : 1) Ragam Pantun Banjar Biasa : Seperti Pantun Agama, Pantun Adat Istiadat, Pantun Badatang, Baturai Pantun, Panglipur, Papujian, Balolocoan, Marista, Pantun Insyaf, Pantun Bacucupatian, Pantun Urang Anum. 2) Ragam Pantun Banjar Pantun Tarasul 3) Ragam Pantun Banjar Sebagai Lirik Lagu atau Nyanyian 4) Ragam Pantun Banjar Sebagai Pengiring Tarian 5) Ragam Pantun Wayahini.
D) Puisi ( Sajak )
Puisi ( Sajak ) termasuk kesastraan baru dan kesastraan modern.

4) Teater
Teater ada dua : Teater Modern dan Teater Tradisional.


1) Teater Modern : Teater dari daerah/negeri lain.

2) Teater Tradisional Banjar yaitu Teater yang khas daerah Banjar yakni :
Salah satu teater tradisional Kalsel yang masih bisa bertahan hidupnya adalah “ Mamanda “. Mengapa demikian ? Sebab cerita dari Mamanda memang mengasyikkan tak kalah dengan cerita sinetron atau film. Walau pun tokoh-tokoh dalam Mamanda “ baku “ namun dapat ditambah tokoh-tokoh lain dengan cerita yang lain, artinya cerita
mamanda dapat diciptakan sesuai dengan perkembangan jaman. Apa lagi durasi pertunjukkan mamanda jang semula semalam suntuk sekarang disesuaikan dengan permintaan, maksudnya bisa durasinya 3 jam atau 5 jam. Istemewanyanya Mamanda, bisa dimainkan dengan sebuah naskah yang utuh seperti terater modern atau hanya dengan mengatur cerita seperti garis besar cerita, babakan dan plot, sedangkan dialog dikenal dengan istilah impropisasi. Pemain – pemain Mamanda memang dikenal keahliannya berimpropisasi. Tokoh-tokoh mamanda yang baku itu adalah Raja, Mangkubumi, Wazir, Perdana Menteri,Panglima Perang, Harapan Pertama, Harapan kedua, Khadam, Permaisuri, Anak Raja ( bisa putri atau Pangeran ). Tokoh-tokoh lain sesuai cerita misalnya Raja dari Negeri lain, Anak Muda, Perampok,Jin, Belanda, atau nama dari daerah lain ( Jawa, Cina, Batak, Madura atau lainnya ). Seperti juga di teater modern, sebelum pertunjukkan dimulai akan dibacakan sinopsisnya, di mamanda dipaparkan lewat “ Baladon “. Baladon adalah tutur cerita dengan dibawakan berlagu dan gerak tari. Cerita mamanda bisa berkolaburasi dengan seni tari atau musik. Yakni setelah kerajaan selesai bersidang maka akan ditampilkan pertunjukkan tari dengan maksud menghibur raja dengan segenap aparat kerajaan atau ketika kerajaan menang perang diadakan pertunjukkan hiburan tari atau musik panting.

Asal mula Mamanda adalah Badamuluk ketika rombongan bangsawan Malaka ( Abdoel Moeloek atau Indra Bangsawan, 1897 M ) yang dipimpin oleh Encik Ibrahim dan isterinya Cik Hawa, menetap di Tanah Banjar beberapa bulan mengadakan pertunjukkan. Teater ini begitu cepat populer di tengah masyarakat Banjar. Setelah beradaptasi, teater ini melahirkan sebuah teater baru bernama “ Mamanda “. Mamanda mempunyai pengertian “sapaan” kepada orang yang dihormati dalam sistem kekerabatan atau kekeluargaan.

Mamanda mempunyai dua aliran. Pertama : Aliran Batang Banyu. Yang hidup di pesisir sungai daerah Hulu Sungai yaitu di Margasari. Sering juga disebut Mamanda Periuk. Kedua : Aliran Tubau bermula tahun 1937 M. Aliran ini hidup di daerah Tubau Rantau. Sering dipentaskan di daerah daratan. Aliran ini disebut juga Mamanda Batubau. Aliran ini yang berkembang di Tanah Banjar.


Pertunjukkan Mamanda mempunyai nilai budaya Yaitu pertunjukkan Mamanda disamping merupakan sebagai media hiburan juga berfungsi sebagai media pendidikan bagi masyarakat Banjar. Cerita yang disajikan baik tentang sejarah kehidupan, contoh toladan yang baik, kritik sosial atau sindiran yang bersifat membangun, demokratis, dan nilai-nilai budaya masyarakat Banjar.

Bermula, Mamanda mempunyai pengiring musik yaitu orkes melayu dengan mendendangkan lagu-lagu berirama melayu, sekarang beralih dengan iringan musik panting dengan mendendangkan Lagu Dua Harapan, Lagu Dua Raja, Lagu Tarima Kasih, Lagu Baladon, Lagu Mambujuk, Lagu Tirik, Lagu Japin, Lagu Gandut , Lagu Mandung-Mandng, dan Lagu Nasib.

Dari uraian singkat di atas, ada beberapa peninggalan leluhur ini satu per satu sudah mulai terlupakan dan tenggelam. Masyarakat Banjar banyak yang tidak mengenal atau tidak tahu lagi pusaka leluhurnya yang seharusnya perlu dijaga, dilestarikan bahkan dikembangkan. Seperti upacara Badudus, baturai pantun dalam upacara perkawinan ( Badatang ), Manyanggar Banua, Bakisah,Tari – tarian terutama tari – tari kelasik seperti tari topeng atau tarian - tarian yang kental dengan akar budayanya. dan lain – lain,
Meskipun peninggalan leluhur itu masih ada, namun hidupnya sangat memperihatinkan dan sangat dikhawatirkan bahwa derasnya arus Era globalisasi dan modernisasi akan mengikis habis pusaka leluhur ini maka perlu upaya – upaya agar pusaka leluhur itu dapat terus dipertahankan.

Tidak saja seminar, diskusi, kongres budaya, Aruh Sastra, pelatihan yang terus diselenggarakan tetapi juga Pemerintah daerah, seniman budayawan, Lembaga Budaya Banjar, Dewan Kesenian dan pihak – pihak yang terkait lainnya setiap tahun mengadakan festival dan pergelaran seperti atraksi adat Banjar, festival Pasar Terapung, musik tradisional, teater tradisional, tari – tarian Banjar, pameran bersejarah, pusaka bertuah, benda budaya serta berbagai kerajinan Banjar.
Upaya – upaya ini diharapkan dapat menumbuhkan suatu gerakan masyarakat Banjar pendukung pusaka leluhurnya agar gigih dalam menjaga, mengembangkan dan melestarikannya secara bertanggung jawab di Tanah Banjar. Semoga ***

Minggu, 29 Mei 2011

Bawa Tari Ke Belanda Tanpa Izin


* Drs. Sirajul Huda MH. Menurut Sirajul Huda, pihah Kesultanan Banjar tidak pernah meminta izin terlebih dahulu kepada dirinya selaku penata Tari Japin Rantauan. “ Disatu sisi aku bangga karena tari hasil tataanku mendapat kehormatan digelarkan di luar negeri, namun di sisi lain aku kecewa karena tidak pernah dihubungi dan diminta izin sebelumnya,” ucap pria yang kerap disapa Sirajul ini kepada Media Kalimantan Jumat (27/5) kemarin.
Sirajul menduga, pihak Kesultanan Banjar enggan meminta izin kepadanya kemungkinan disebabkan takut kalau-kalau dirinya sebagai pencipta karya Tari Japin Rantauan mendesak agar diikutsertakan dalam rombongan. Padaha,akunya, tidak ada sedikitpun terbesit niat untuk diikutsertakan dalam rombongan perjalanan Raja Muda Khairul Saleh ke negeri Kincir Angin. “ Bukan aku ingin diikut sertakan dalam tim, tapi wajar dari segi etika sangat wajar kan kalau timminta izin. Karena aku sebagai penata tari Japin Rantauan masih ada di dunia ini,”ujarnya.
Sirajul juga tak hendak dihormati, namun setidaknya ia ingin melihat hasil tataannya dibawakan oleh tim tari Kesultanan Banjar. “ Aku ingin melihat apakah tari tersebut sudah sempurna, karena ini menyangkut nama penata tari. Dan biasanya sebelum pentas tarian yang akan dipentaskan diberitahukan siapa penatanya. Nah,apakah saat pentas di Belanda itu juga disebutkan ?” ujar pria kelahiran Banjarmasin, 5 Januari 1952 itu.
Disinggung soal perjalanan kolosal sang Pangeran ke negeri Kincir Angin, seniman yang berdomisili di Banjarbaru ini tidak mau berkomentar. “Urusan perjalanan, urusan kesultanan. Baik buruknya perjalanan tersebut kita serahkan kepada masyarakat, biar mereka yang menilainya seperti apa,” pungkasnya.
Sementara itu, saat dimintai informasi seputar kegiatan Kesultanan Banjar ke Belanda, baik Raja Muda Kesultanan Banjar Pangeran Khairul Saleh maupun datu cendikiawan lainnya, tidak bisa memberi info kegiatan mereka disana.(Ediansyah)
Sumber : Media Kalimantan,Sabtu, 28 Mei 2011

Selasa, 03 Mei 2011

Membaca tulisan : Selamat Hari Kartini

Ketika aku mengunjungi http://dakwahit.blogspot.com sungguh blog ini aku suka sekali, penampilannya sederhana namun menarik. Ada beberapa tulisan juga meraik. Tidak ketinggalan aku membaca sebuah tulisan yang berisi kegiatan BEM Fakultas Dakwah IAIN Antasari Banjarmasin memperingati“Hari Kartini” 21 April 2011.

Tulisan itu seperti ini :
Tepat pada tanggal 21 April 2011 kita menjalani lagi hari kartini, tentunya kalian semua juga sudah tahu dengan siapa itu Kartini atau biasa kita panggil dengan Raden Ajeng Kartini, beliau adalah salah seorang pencetus perjuangan pendidikan di Indonesia, terutama untuk kamu wanita pada zamannya, beliau berhasil menyetarakan pendidikan untuk kaum wanita yang awalnya tidak di ijinkan untuk mendapatkan pendidikan yang cukup layak seperti halnya kaum pria pada zaman tersebut.

Untuk memperingati dan sekaligus menghargai hari tersebut kawan-kawan dari BEM Fakultas Dakwah IAIN Antasari Banjarmasin mengadakan acara bagi 1000 bunga kepada ibu-ibu di sekitar lingkungan IAIN Antasari dan selebaran + permen kepada kawan-kawan mahasiswa pada pagi hari, kemudian bagi bunga tersebut di lanjutkan pada sore hari di simpang tiga Gatot Subroto.

Adapun acara ini adalah program kerja BEM Fakultas Dakwah dari Departemen Kewanitaan yang di pegang oleh Rahmaniah sebagai Mentri. Menurutnya acara ini perlu dilaksanakan agar kita tidak lupa dengan perjuangan R.A Kartini yang sudah mengusahakan pendidikan hingga bisa seperti sekarang ini, selain itu juga menurutnya dengan acara ini dapat lebih mengenalkan BEM Fakultas Dakwah dan Fakultas Dakwah itu sendiri kepada dunia luar.

Di bawah tulisan ini ada ruang komentar. lalu aku menulis komentar . Seperti ini :
Sesungguhnya generasi muda Indonesia termasuk mahasiswa berpikiran kritis. Dia tidak akan merasa puas dan tidak begitu saja menerima sejarah yang terlanjur terpublikasikan itu. Mereka akan kembali membalik-balik lembaran fakta sejarah, apakah benar sejarah itu atau faktanya direkayasa oleh suatu kepentingan lain ? Sekarang kita berhadapan dengan apa yang dinamakan "Hari Kartini". Tentu kita bertanya siapa sesungguhnya RA Kartini itu ? Kemudian kita menelusuri fakta-fakta pahlawan perempuan lain sebelum RA Kartini dan sezaman dengan RA Kartini. Maka kita akan menemukan perempuan-perempuan pahlawan selain RA Kartini.Seperti nama-nama : Sultanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat dari Aceh, Siti Aisyah We Tenriolle dari Sulawesi Selatan, Marta Christina tahun 1817 di Maluku, Nyi Ageng Serang (1752-1828) Jawa Tengah, Cut Nyak Dien (1850-1908) dan Cut Meutia (1870-1910) di Aceh., Dewi Sartika (1884-1947) di Bandung Jabar, Rohana Kudus (1884-1972) di Padang,Ratu Zaleha (1880-1953)di Kalimantan dan nama-nama pahlawan perempuan lainnya. Setelah melihat dan mempelajari fakta-fakta ini secara seksama, maka timbul pertanyaan,mengapa hari bersejarah perempuan itu "Hari Kartini"? Demikianlah,generasi muda Indonesia tidak akan bersikap pasif tetapi selalu berpikir dan bersikap dinamis dan kritis. Salam.

Selasa, 26 April 2011

SENI DORONG KESADARAN BERMAKNA



Oleh: HE. Benyamine

Diam, kata yang seakan menjadi penuntun sekaligus ekspresi utama pada pergelaran malam seni (23/4/11) yang diselenggarakan Sanggar Ar-Rumi Martapura dan KNPI Kabupaten Banjar yang didukung oleh STAI Darussalam Martapura, Kelompok Halilintar Banjarmasin, dan Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pendidikan dan Olahraga Kabupaten Banjar di Gedung Balai Pemuda Barakat. Diam dengan berbagai ungkapan bentuknya yang terungkap dalam dramatisasi puisi, tari, dan teater monolog secara tersirat menjadi tema pergelaran tersebut. Diam bukan berarti tidak bergerak, atau kehilangan mimpi-mimpi yang menjalar dalam pikiran dan hati, yang mampu terus mendorong untuk mempertahankan daya hidup meskipun terus mengalami hegemoni dan pembungkaman.

Pada penampilan dramatisasi puisi, tari, dan teater monolog tersebut terangkai gerak perlawanan terhadap arus utama budaya yang bersandar pada hasrat dan kerakusan. Perlawanan yang cenderung diam, bagai suara pinggiran yang sayup-sayup terdengar sebagaimana yang tercetus di warung-warung; mawarung style, namun tetap terlihat adanya kesadaran atas kondisi dan hiruk pikuknya budaya instan dan artifisial yang terus gencar dan intens secara halus merasuki kecenderungan gaya hidup masyarakat. Diam bukan berarti bisu dan tuli, karena para penggiat seni masih menunjukkan bahwa mereka tidak gampang ditundukkan apalagi dibungkam yang terlihat dari penampilan-penampilan yang dipentaskan.

Melalui puisi dan penampilan dramatisasi puisi jelas terlihat bahwa kesadaran tentang kerusakan alam yang disebabkan kerakusan yang serakah harus dilawan, sekalipun tidak terdengar secara lantang di arus media dan corong-corong pencitraan. Jelas terungkap kegetiran dan kepiluan atas bencana dan malapetaka yang disebabkan kerakusan yang serakah, sebagai sesuatu yang disadari dan membangkitkan kepedulian mereka untuk mengingatkan kepada pengambil keputusan lebih berhati-hati dalam menentukan kebijakan yang berhubungan dengan terganggunya keseimbangan alam. Mungkin, dikarenakan kesadaran yang masih bersemai dalam bentuk seni atas fenomena kerusakan alam dan kerusakan sosial akibat kerakusan yang serakah tersebut yang membuat para elit politik dan elit kekuasaan tidak begitu berminat dalam pergelaran seni. Sehingga, meskipun lantang terucap, kesadaran itu lebih cenderung bagian dari diam dan dibiarkan bergerak dalam lingkarannya sendiri.

Begitu juga dengan tari Banjar, tari tradisi, pada penampilannya yang mengalir seperti aliran sungai-sungai, yang terus bergerak dalam diam, yang begitu kesulitan dalam menemukan panggung pertunjukkannya layaknya sungai-sungai yang terus menanggung beban dari kerakusan yang serakah. Kerusakan dan pencemaran sungai-sungai di tanah Banjar seperti dibiarkan saja seakan tidak terjadi hal yang serius, begitu juga dengan tari tradisi Banjar yang juga ditelantarkan layaknya sungai-sungai tersebut. Panggung yang tertutup bagi tari sejajar dengan sungai yang mendangkal dan tercemar, sama dalam kehilangan aliran dan daya hidupnya.

Perlawanan diam juga dipertunjukkan dalam teater monolog Kelompok Halilintar Banjarmasin pada Pergelaran Malam Seni ini, dengan naskah “Shiiittt Diam”, yang secara tersirat menyatakan ketidakpedulian terhadap seni merupakan bagian dari pembungkaman berekspresi, bahkan dalam mimpi dan angan-angan sekalipun dapat dinyatakan sebagai tindakan subversif dan mengganggu keamanan dan ketertiban. Memang, saat ini tidak lagi popular tuduhan tindakan subversif, karena sudah berubah secara lembut dengan cukup hanya mengabaikan aktivitas seni itu sendiri dan membiarkannya bergerak di wilayah tanpa panggung dan keberpihakan sebagaimana bidang lainnya.

Pada pergelaran seni yang diselenggarakan Sanggar Ar-Rumi Martapura ini, memperlihatkan ada semangat yang tidak terseret arus utama budaya instan dan artifisial, meskipun tergambar keterbatasan dan masih lemahnya keberpihakan dan kepedulian elit kekuasaan. Aktivitas berkesenian seperti ini sudah seharusnya mendapatkan perhatian dan dukungan elit kekuasaan daerah, walaupun beberapa pandangan dari ekspresinya merupakan kritik terhadap perilaku dan kebijakan elit kekuasaan yang bersangkutan. Dukungan dan perhatian berbagai kalangan, khususnya pemerintah daerah, dapat lebih meningkatkan kreativitas dan kualitas pertunjukkannya.

Jadi, aktivitas seni sebagaimana pergelaran malam seni Sanggar Ar-Rumi, merupakan pertunjukkan yang mengalirkan pandangan yang tidak terseret arus utama budaya yang terpasung pencitraan. Ada perlawanan terhadap ketidakadilan dan kerakusan yang serakah, yang tetap menjaga kesadaran kritis terhadap berbagai tindakan yang merusak, seperti kerusakan dan pencemaran alam serta beban yang dipaksakan harus ditanggung daripadanya bagi semua. Aktivitas seni bagai mengalami pembungkaman bila begitu dibatasi ruang geraknya dengan penghilangan panggung-panggung pertunjukkannya, padahal melalui aktivitas seni inilah mengajak bagi semua untuk tetap menjaga kesadaran yang bermakna.

(Radar Banjarmasin, 25 April 2011: 3)

Senin, 21 Maret 2011

BANJAR BUKAN KESATUAN ETNIS TETAPI KESATUAN POLITIK


Oleh Mudjahidin S


PENGANTAR:

Pernah terjadi dalam percaturan politik di Nusantara ini, masalah perbedaan agama dan etnik dijadikan sebagai kendaraan politik oleh kalangan elite politik untuk menguasai daerah. Contohnya di KalTeng bahkan sebelumnya di Kalimantan Barat dan Pada tahun 2002 menyusul konflik berdarah antar etnik-etnik oleh kalangan tertentu telah dicoba mencetuskan konflik antar agama,di kobar2kan atas nama Agama terutama antara penganut agama Islam dan penganut agama Kristen di samping antara etnik Banjar yang disebut di Kalimantan sebagai Urang Banjar dan etnik Dayak.dan bahkan soal sepele akhir2 yg lalu di Tarakan/Kaltim di bawa-bawa soal suku-untungnya tidak separah tragedi Sampit Alhamdulilah, kita hal-hal seperti itu jangan lagi terulang di Bumi Kalimantan ini, jangan sampai kita cepat terpengaruh oleh isu-isu yang menyeret kita perpecahan, zaman sekarang ini kita semua Waspada karena Budaya Dajjal sudah turun di bumi ini. Tapi baiklah diluar kontek percaturan politik saya mencoba Untuk memahami apa siapa Urang Banjar itu, guna melengkapi tulisan ini saya mencoba memahami saat menjadi peserta aktif Apa yang di paparkan dalam forum2 Aruh Banua Banjar & baik Pra/forum Maangkat batang tarandam 2010 maaf forum ini dari beberapa makalah Pemakalah saja yg saya dapatkan(karena saya tidak hadir sesuatu lain hal) kemudian saya analis dengan metode Komvesional Simitis pemahaman kejadian kejadian sekarang ini ternyata makalah- tersebut hanyalah sorotan dari satu segi saja,kenapa sya katakan begitu karena masih terasa ungkapan2 "Banjar" masih berdasar pendapat Leteral simitis referensi2 Group Liden/orang2 Belanda) untuk itu masih ada untuk saya rasakan bisa membantu saya dalam menjelaskan keadaan hubungan antar agama dan etnik, terutama antara Urang Banjar dan Dayak serta antara Islam dan Kristen di kalsel juga di kateng & kaltim sekarang.
Seperti Di kalteng juga seperti saudari Nila Tjilik Riwut Stadi sejarah dan budaya Dayak, sekarang sedang digalakkan oleh kalangan akademisi muda Dayak Kalteng dalam rangka memahami diri sendiri (Personality Etnis-Agama & kepercayaan )serta untuk melangkah maju ke hari depan dengan pandangan yang jelas.

1.Kenapa dayak Islam Menjadi Orang melayu?

Kenapa Banjar intensitasnya agamanya pemeluk Islam ?
Tulisan ini telah mengajak kita berpikir ke masa awal berdirinya kerajaan Banjar yang oleh para ahli diperkirakan pada dekade kedua abad-16, kemudian peristiwa pada zaman Pangeran Marhum, dan melihat sejenak pada perjumpaan Banjar-Islam dan Dayak-Katolik pada akhir abad 17. Tak dapat disanggah tulisan ini belum lengkap, dan hanyalah tulisan awal atau pembuka, karena ada banyak 1.bagian-bagian penting yang masih belum dibahas dan masih banyak acuan2 yg belum saya dapat yg sehubungan dengan Etnis, Budaya, agama Urang Banjar atau munculnya kelompok etnik Banjar sebagai satu kekuatan sosial, politik dan agama di Kalimantan Selatan, misalnya 2.peranan pemerintah kolonial Belanda dalam menciptakan kelompok suku Dayak Kristen sebagai kelompok antagonis untuk menggembosi kekuatan Banjar Islam (Idwar Saleh 1986: 11),
peranan kelompok etnis Bakumpai yang menurut Helius Sjamsuddin (1988) adalah Dayak Islam yang gencar melawan Belanda dan menurut Schawaner (1853) telah menjadi Islam sebelum ada Kesultanan Islam Banjar. Begitu juga dengan peranan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, ulama besar Banjar. Walaupun demikian ada beberapa hal yang dapat dikatakan melalui tulisan ini: bahwa sebelum terbentuk Kesultanan Islam Banjar, menurut Hikajat Bandjar belum ada etnis atau kelompok etnis Bandjar.

Menurut Hikajat Bandjar yang ada pada waktu itu adalah orang-orang Jawa, Melayu dan Biaju, serta suku-suku lain. Pengamatan jeli terhadap proses awal berdirinya kesultanan Islam Banjar, bila dikaitkan dengan kelompok etnis yang terlibat pada waktu itu, akan menghasilkan kesimpulan bahwa empat orang Patih Biaju (bukan Islam) dan satu orang patih Melayu (Islam) mengangkat satu orang Jawa-Kaling (bukan Islam) untuk menjadi raja. Di sini kelompok Melayu adalah kelompok minoritas, karena itu sangatlah tidak mungkin dapat dikatakan sebagai inti nenek moyang suku Banjar.

Idward Saleh (1991: 2) menolak pendapat ini, dengan tegas dinyatakan:
Ketika Pangeran Samudera mendirikan kerajaan Banjar ia dibantu oleh orang Ngaju, dibantu patih-patihnya seperti patih Belandian, Patih Belitung, Patih Kuwin (Yg sebelumnya suku dayak ngaju bukan Islam) dan sebagainya serta orang Bakumpai

Demikian pula penduduk Daha yang dikalahkan sebagian besar orang Bukit dan Maanyan. Kelompok ini diberi agama baru yaitu Agama Islam, kemudian mengangkat sumpah setia kepada raja, dan sebagai tanda setia memakai bahasa ibu baru dan meninggalkan bahasa ibu lama. (menurut tutur dari mulut kemulut kisah sultan suriansyah berpitua saat meresmikan masjid kuin pada suatu hari raya berkata : barang siapa satia wan diaku baik nang masuk agamaku atawa kahada jua,asal inya satia wan diaku inya adalah bajaranku(Kelompokku) wargaku baik nang baandah di pinggir sungai atawa nang di hilir dihulu/pedalaman Wan jangan bacakut apalagi bakalahi sapananggungan Wan jua baulah kadiaman kasan saparundutan baandah dipinggir tabing, balalu batatanaman wan bahuma di balakang kadiaman, maulah baju jangan nang babalang (warna warni)banyu di sungai di barasihi kasan ba'udu wan manginum(konon dahulunya berbahasa dayak ngaju, jawi dan tulisannya arabi-malayu) sayang pitua ini cuma (Hikayat) dr mulut kemulut ini sengaja di hapus oleh orang2 /Peneliti Belada karena Pitua ini akan melemahkan strategi politisir mereka (yaitu pada abad ini)

2.BANJAR BUKAN KESATUAN ETNIS TETAPI KESATUAN POLITIK

Jadi orang Banjar itu bukan kesatuan etnis tetapi kesatuan Politik, seperti bangsa Indonesia.nkri.

Ataukah telah terjadi kesalahan membaca Hikajat Bandjar yang ditulis oleh J.J. Ras, yaitu pada kalimat Tanjung Pura as a name for the oldest Bandjarese kraton ? (Ras 1968: 191), sehingga muncul kesimpulan "masyarakat Banjar telah terbentuk bersamaan dengan terbentuknya kerajaan Tanjungpura". Di sinilah imajinasi kolonial kaum indologist terbentang bagaikan jaring laba-laba halus yang menjerat tetapi politisnya adalah kelelawar (simbol Dracula) dengan tanpa disadari. Johannes Jacobus Ras, orang Belanda kelahiran Rotterdam tahun 1926, tentunya menulis ini pertama-tama adalah untuk para pembacanya yang adalah untuk guru besarnya orang Belanda,Karena itu,ia mesti memakai bahasa, istilah atau idiom-idiom atau imaji-imaji yang dimengerti oleh orang Belanda. Salah satu imajinasi populer kolonial terhadap penduduk pulau Kalimantan adalah seperti yang dikatakan oleh Niewenhuis seorang guru besar di Universitas Leiden Belanda (orang Belanda lagi) bahwa: "Orang Dayak adalah penduduk asli pulau Borneo yang bukan orang Melayu. Orang Melayu ialah penduduk asli pulau Borneo yang beragama Islam dan bukan orang Dayak" (Niewenhuis 1894: 16).
Atau seperti yang dipaparkan oleh Mallinckrodt (lagi-lagi orang Belanda, Leiden group) bahwa "Suku Banjar adalah suatu nama yang diberikan untuk menyebut suku-suku Melayu" (Mallinckrodt 1928: 48).
Jadi dalam imaji orang-orang Belanda, Banjar adalah salah satu bagian dari suku Melayu.ataukah sengaja Orang Banjar di Identitaskan orang pendatang Bukan penduduk Borneo Karena itu orang Melayu diaspora dari Sriwijaya pun digeneralisasi sebagai Banjar atau sebagai the oldest Bandjarese.

Pendapat bahwa Banjar adalah salah satu suku Melayu juga didasarkan pada bahasa yang dipergunakan yang menurut Prof. J.J. Ras, ahli sastra Melayu Fakultas
Sastra Universitas Leiden, sebagai the Bandjarese colloquial is a dialect of Malay rather than a separate language (Ras 1968: 8).
Namun pendapat ini disanggah oleh para ahli Melayu moderen, misalnya James T. Collins, Profesor
Alam dan Tamadun Melayu di Universiti Kebangsaan Melayu, karena kenyataannya bahasa Melayu tidak harus dituturkan oleh orang Melayu tetapi juga oleh orang-orang di kampung Kristen di Pulau Ambon (Collins 2003: v).
Jerat halus "Leiden Group" ini juga menggiring ke pemikiran bahwa penutur bahasa Melayu atau orang Melayu haruslah beragama Islam. Dalam tulisan-tulisan mengenai Banjar, kesimpulan yang sempit dan sederhana ini diderivasi dengan mengatakan
"Banjar bukan hanya konsep untuk menunjukkan perbedaan suku, tapi juga agama" atau "Banjar menjadi identitas agama sekaligus suku"(contohnya lih. Salim 1996:227).
Sehingga muncul kesan yang kuat bahwa "Banjar adalah Islam dan Islam adalah Banjar".
Namun adalah bijak untuk mendengar apa dikatakan oleh Collins:Konsep Alam Melayu adalah konsep kultural yang berasaskan peranan bahasa Melayu dalam batas geografi Asia Tenggara. Alam Melayu tidak identik dengan dunia Islam-Melayu, karena banyak penutur bahasa Melayu tidak beragama Islam. Alam Melayu bukan konsep etnis karena banyak pengguna bahasa Melayu bukan orang Melayu.

Sesungguhnya Alam Melayu lebih luas daripada wilayah masyarakat Melayu yang hanya sebagian dari Alam Melayu. Alam Melayu yang yang sangat kompleks itu memperlihatkan kadar diversitas yang sangat tinggi dalam hubungan bahasa dan masyarakat. Sayangnya, banyak ahli "sejarah Melayu" dan pakar "Nusantara" seakan-akan tidak menyadari diversitas itu. Biasanya mereka hanya mengungkapkan observasi dan mengulangi kesimpulan yang sempit dan sederhana. menurut saya: Intensitas budaya (Budi-Daya) Melayu adalah sarung dan senjata Parang serta Laung kepala.serta Ornament rumah adat (Lihat aceh,riau Padang -Banjar dll)

Di sini tampak bahwa ada kesenjangan yang mencolok antara dunia wacana dan fakta empirik di lapangan. Seperti yang terjadi diKalimantan Tengah, ada banyak keluarga Dayak Kristen memakai bahasa Banjar sebagai bahasa sehari-hari mereka di dalam rumah, tetapi mereka tetap Dayak dan beragama Kristen. Sebaliknya ada banyak keluarga Dayak Islam yang memakai bahasa Ngaju-katingan dan ada suku dayak kalteng yg Islam satu rumah dengan saudaranya yg masih Kaharingan dan Kristen berbahasa sehari-sehari mereka, tetapi mereka tetap Dayak dan tetap Islam, juga tetap kriten.
Contoh lain juga terdapat di Kalimatan Barat di mana ada kelompok-kelompok non-muslim yang berbicara menggunakan bahasa Melayu yang berasal dari Sumatera Selatan asalnya bahasa Melayu (Sandin 1956: 54-81). Atau seperti contoh lain masyarakat Bali menganut agama Islam tetapi tidak pernah meninggalkan bahasa Bali mereka.

3.Kajian mengenai Banjar telah mencapai puncak status quo ketika adigium "Banjar adalah Islam dan Islam adalah Banjar" dikerek tinggi kepuncak hingga menjadi tirai suci yang memberi rasa aman.

Ketika berbicara mengenai studi Islam Banjar, mengindikasikan status quo itu sebagai kemandekan serius yang muncul karena Islam Banjar hidup sendiri tanpa dialog dengan pemikiran-pemikiran Islam di luarnya (Salim 1996:242-43).

4.Kenapa kita tidak menghargai idiom-idiom orang kita sendiri pada saat di forum2 tentang apa itu“Banjar”
Kenapa kita selalu pemakalah2 tentang Banjar dan Culturalnya selalu orang luar?

5.kenapa selalu hanya orang2 Akademis saja yg menjadi panutan jika membicarakan Budaya-Etnis- dan Agama Kayanya masih ada gaya lieden group versi modern.

Menurut saya untuk mengkaji Banjar pertama-tama kita harus menetralkan karakter status quo itu, yaitu dengan meneliti teks-teks yang dibuat oleh orang Banjar sendiri, sebelum mereka bertemu dengan teks-teks Barat yang sarat dengan ide-ide kolonial dari para indolog bergaya orientalist.

Hal ini tentu saja sejalan dengan pikiran postkolonial Edward W. Said dalam bukunya Orientalisme yang memaparkan bagaimana Barat mendominasi, mendaur-ulang Timur untuk kemudian menguasainya. Barat, tidak hanya menulis mengenai Timur, tetapi juga
mencipta Timur. Dalam kalimat Edward Said "bahwa budaya Barat mampu mengatur -bahkan menciptakan dunia Timur secara politis, sosiologis, militer, ideologis, saintifik, dan imajinatif" (Said 2001: 4).
Dengan kata lain, harus ada kesadaran bahwa teks-teks Barat yang selama ini sering dipakai menjadi rujukan untuk mengatakan inilah Urang Banjar sesungguhnya kental dengan nuansa kolonial, produk para peneliti Barat yang telah membicarakan, meneliti,
merepresentasikan Urang Banjar secara sewenang-sewenang,
Jadi memang harus ada keberanian untuk menelusuri kembali asal-pangkal dari imaji-imaji yang sudah terlanjur tercipta mengenai siapa Urang Banjar itu.
Memang harus ada kesungguhan untuk mempertanyakan, bahkan mencurigai teks-teks Barat itu sebab seperti yang dikatakan oleh Benedict Anderson "bahwa pertindihan kapitalisme dan teknologi cetak-mencetak dengan keragaman fatal bahasa manusia telah menciptakan kemungkinan lahirnya bentuk baru komunitas imajiner" (Anderson 1999: 84).
Karena itulah maka "komunitas imajiner" yang bernama Urang Banjar , minimal dalam kasus diatas, memanglah berlawanan, paling sedikit beda, dengan dunia empirik.Maupun secara komfensional (yg mendasar & yg ada)
Sepertinya pendapat yg di ketengahkan Lieden group memperlihatkan bagaimana sejarah memang selalu tampil berwajah ganda, positif sekaligus negatif. Demikian juga dengan sejarah Banjar ketika terjadi kontrak politik atau tunduk dengan Demak.
Selain menganut Islam dan menang perang, ternyata ada sisi lain yang juga terjadi, yaitu hancur, lenyap dan runtuhnya satu fase berkebudayaan di Kalimantan Selatan. Tim dalam Sejarah Banjar memaparkan sisi lain dari "ketertundukkan" itu dengan kalimat "Agama Hindu runtuh dan agama Islam menggantikannya. Candi Agung dan Candi Laras dihancurkan, kebudayaan Hindu lenyap sebagai tak pernah ada kebudayaan itu di Kalimantan Selatan sebelumnya".(2003: 68, bandingkan Usman 1994: 33).
Hancurnya candi2 di Kalimantan selatan dan hilangnya benda2 peninggalan ketika masuknya orang Pertugis di Kalimantan selatan (pernah membangun Pertahanan/Beteng di Tabonio), bukan karena hancurnya Sultan Suriansyah menjadi Islam, Berbeda dengan istana Kerajaan Kutai(sayang hancur karena Usia & zaman) tetapi benda2 bersejarah masih utuh sampai sekarang, kenapa? Karena Kerajaan kutai adalah kerajaan yg di lindungi oleh Belanda.
Tetapi ungkapkan oleh Idward Saleh dengan mengatakan "bahwa pada saat Islam masuk telah terjadi penghancuran dan perusakan atas benda-benda keagamaan (iconclasm) umat Hindu sehingga rakyat tidak memiliki sedikit pun pengertian tentang apa sebenarnya bentuk candi dan fungsinya" (1983/1984: 24).
Saya tdk sependapat idiom Idwar Saleh ini kita tahu pendapat itu sama dengan JJ RASS /Lieden Group.

Sehingga politisier educatifnya bahwa Ajaran Islam selalu salah,sebagai perbandingan ketidak majuan Raja di Spanyol (kriten Spanyol)kemudian masuk Islam disana pembangunan Budaya ,ekonomi Kota2 di bangun okeh Orang Islam sampai 300 th setelah Islam kalah dengan dengan Perang salibnya, banyak Bangunan2 berbudaya Islam di Hancur- begitu juga Irak di abad ini alasan karena senjata Nuklir –senjata Kuman yg mematikan , dan sampai sekarang tdk dapat membuktikan oleh Amarika & Ingeris cs- orang barat bangunan berbudaya Islam kuno dihancurkannya, tetapi benda2 sejarah Islam di bawa ke Negri2Barat
Di sini sejarah memang selalu memperlihatkan jejak-jejak penaklukan atau penghancuran tatanan lama oleh tatanan baru yang datang dari luar.
Sisi lain lagi dari kontrak politik Pangeran Samudera adalah Banjarmasin dilibatkan untuk melawan musuh Demak yaitu Portugis. Karena itu Banjarmasin dituntut untuk membangun komunitas etno-religi yang berdasarkan Islam sebagai oposisi dari Portugis yang Katolik. Di sini borok Perang Salib dipentaskan dengan membangun tapal batas agama yang dilumeri wacana kafir dan tidak kafir, insider dan outsider, ingroup dan outgroup. Namun sangat tidak disadari bahwa ketika kesultanan Banjar mencoba membangun komunitas etno-religi yang berdasarkan Islam maka pada saat yang sama, secara tidak langsung, ia juga sedang membangun etno-religi yang lain, yaitu Katolik Dayak di daerah pedalaman. Di sini bisa dikatakan bahwa pergulatan antara Muslim Banjar dan Portugis Katolik mepertegas pola yang sudah ada sebelumnya pada kerajaan-kerajaan Melayu yaitu Islam tidak lebih daripada sekadar simbol persekutuan politik yang berhadapan dengan simbol persekutuan politik yang lain yaitu Katolik.
Dalam pertarungan dua kekuatan besar inilah muncul Banjar dan non-Banjar serta Dayak dan non-Dayak Maka tampaklah motif betapa pentingnya konsep bahwa Banjar itu Islam dan Islam itu Banjar. Dengan demikian, kelompok etnis Banjar muncul bukanlah sebagai hasil jalan-jalan para Melayu diaspora yang konon datang dari Sriwijaya, tetapi lebih merupakan produk dari sebuah proses sosial-politis beberapa kelompok masyarakat, yang kehidupan ekonominya didasarkan pada eksploitasi daerah pedalaman dan kemudian menjadikan Islam sebagai "spirit" pemersatu sekaligus pembeda dengan orang Portugis atau etnis yang seagama dengan orang Portugis. Namun kesimpulan ini bukan barang baru. Secara sayup-sayup kurang lebih 30 tahun yang telah liwat, Idwar Saleh menulis:
Untuk proses perkembangan selanjutnya agama Islam berfungsi mempersatukan kelompok atau memisahkan dan menjadi kriteria antara beradab dan belum beradab, antara orang Banjar dan bukan Banjar. Jadi waktu masih belum ada agama Islam dan Kristen masuk, belum ada yang memisahkan suku-suku ini. Waktu agama Islam masuk mulailah pemisahan itu.di sebabkan propaganda Penjajah (Non Islam masa lalu)
Dengan demikian, maka bisa dikatakan bahwa Urang Banjar bukanlah sebuah komunitas kultural tetapi lebih kepada komunitas politik, di mana di dalamnya bisa ada banyak kultur dan etnis.bahwa diteropong dari kekayaan spiritual suku Dayak Ngaju yang menempatkan Marhum Panembahan, atau saat anak putrid sultan suriansyah menduduki kepemimpinan di tamiang laying sampai barito waktu dulu atau Sultan Islam Banjar ke-4, sebagai salah satu pantheon di Alam Atas, ternyata istilah Islam Banjar bukanlah satu istilah yang monokultur. Di dalamnya ada Islam Ngaju (dan juga Islam Bakumpai), karena memang ada banyak orang Ngaju memeluk agama Islam. Kembali diperlihatkan satu kenyataan lain, ternyata baik Islam maupun Banjar tidak menjadi melting pot budi-daya yang bertujuan meyeragamkan semua pengalaman agama dan budaya seseorang tetapi lebih tepat menjadi segelas Es campur saat udara panas. Karena sesungguhnya orang tidak betul-betul melebur menjadi satu meninggalkan identitas asalnya untuk kemudian luluh dalam Melayu yang katanya adalah kultur dominan pada masyarakat Banjar. Minimal pada saat periode sutan Banjar pertama sampai ke Rmpat wajah Ngaju atau Biaju mendominasi istana kesultanan Banjar. Hal ini memang menjadi fakta yang mendekonstruksi ide warisan kolonial yang mengatakan bahwa Dayak itu non-Muslim dan Banjar itu Muslim. Ternyata bahwa, sejak abad ke-16 di istana Kesultananan Banjar, Dayak tidak hanya non Muslim tetapi juga Muslim.

Sehubungan dengan adanya warisan kolonial itu, sebagai orang yang hidup pada era post kolonial, rasanya sulit untuk menerima adigium atau jargon "Banjar itu Islam, Islam itu Banjar atau orang bukit yg setia dengan sultan Banjar dayak Banjar" yang bukan hanya sulit dimengerti secara historis, melainkan juga sukar dipahami secara sosiologis. Sebab, dari berbagai catatan sejarah diperlihatkan bahwa jauh-jauh hari sebelum para tentara Demak datang ke Banjarmasin dan memperkaribkan nilai-nilai Islam kepada masyarakat dan raja-raja di Banjar, sudah ada penduduk Islam di masyarakat pesisir juga sudah ada melembaga rupa-rupa keyakinan dan bermacam-macam ritus yang bukan Islam. Demikian pula secara sosiologis kita dapat merasakan bahwa jargon tersebut seperti memendam kecenderungan untuk tidak toleran terhadap keberagaman Banjar. Kita tahu, bagaimanapun, hingga kini Banjar itu tidak satu warna, melainkan serupa pelangi. Dan tiap-tiap warna ke-Banjaran tentu memiliki hak hidupnya sendiri.

Pada sisi lain, fakta ini juga memperlihatkan bahwa di antara yang bertentangan itu terdapat ambiguitas atau ruang celah yang menjadi wilayah terlarang sehingga tabu diperbincangkan. Di celah yang sempit itu, yang adalah penjara kenangan masa lalu, Akhirnya dapat dimengerti kenapa orang bingung ketika ditanya "Kenapa menjadi urang Banjar?".tidak seperti orang Bali sejak nenek moyangnya memang etnis bali, wilayah atau tempat kota daerah kelahiran bukan sebagai dasar pengakuan sebagai Orang/Urang banua,Seperti saya kakek -nenek saya orang beberapa Kabupaten hulu sungai, tetapi bukan menjadi dasar suku etnis/ Urang , tetapi saya tetap mengaku sebagai Urang Banjar suku Banjar atau juga agama bukan harus ada perubahan etnisnya

Banjarmasin 10 Oktober 2007

Selasa, 15 Februari 2011

BEKANTAN DIRUNDUNG BIMBANG (Tanggapan Tulisan Syarifuddin R)



Oleh: HE. Benyamine

Bekantan dirundung bimbang, sepertinya memang begitu keadaannya, karena betapa masih kurangnya alasan dalam pembangunan (rencana) patung tetapi juga pandangan terhadap keberadaan bekantan itu sendiri yang seakan dapat digantikan dengan patung saja sebagai bukti bahwa hewan jenis ini pernah dinyatakan paling banyak populasinya di Kalimantan Selatan sehingga menjadi pijakan menjadikannya sebagai maskot fauna daerah, yang meskipun punah nantinya.

Pendapat berbeda terhadap rencana pembangunan patung bekantan tidaklah sama dengan meremehkan dan tidak menganggap maskot fauna daerah serta jika dianggap banyak yang tidak membelanya (Media Kalimantan, 18 November 2010: C3), karena yang dipermasalahkan bukan maskot Kalimantan Selatan tapi rencana patungnya sebagai ikon kota Banjarmasin. Apalagi gagasan awal pendirian patung bekantan tersebut berasal dari pejabat publik (wawali Alwi Sahlan) yang terpesona dengan patung Singa (Marlion) saat yang bersangkutan berkunjung, dan menyaksikan banyak sekali pengunjungnya termasuk dirinya sendiri sehingga terpikir seolah-olah dengan berdirinya patung (bekantan) di kota Banjarmasin juga banyak pengunjungnya tanpa melihat budaya yang mendukungnya.

Budaya yang mendukungnya inilah yang seharusnya dan penting untuk ditanggapi oleh para seniman dan budayawan (khususnya LBB Kalsel), sebagaimana yang dikemukakan Hajriansyah (Media Kalimantan, 6 November 2010: C3; Patung, Kota dan Masyarakat yang Mencari Identitas), sehingga gagasan yang muncul dari suatu kunjungan (pejabat publik) pada suatu tempat dapat lebih diperhatikan berdasarkan budaya yang hidup di daerah sendiri. Dukungan sebagai wujud penghargaan memang penting, tetapi lebih penting adalah dukungan yang menghadirkan nilai budaya dalam gagasan seperti rencana pembangunan patung bekantan tersebut.

Sebagaimana Syarifuddin R yang mengingatkan dalam tulisan, Beginilah Jika Bekantan Dirundung Bimbang (MK, 18/11/10), bahwa penetapan maskot fauna dan flora sebagai kesepakatan bersama dan diketahui oleh daerah (khususnya daerah yang memiliki kesamaan) lainnya di Indonesia, karena ketika itu populasi bekantan cukup banyak sebagai alasan disepakatinya menjadi maskot daerah Kalimantan Selatan, sebenarnya sangat jelas untuk mengatakan bahwa keberadaan bekantan saat ini perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Karena populasi bekantan yang lebih banyak tersebutlah yang menjadi dasar ditetapkannya sebagai maskot daerah Kalimantan Selatan, yang tentunya sangat menyedihkan jika populasi itu terus menyusut menuju kepunahannya. Semakin berkurangnya populasi bekantan merupakan petunjuk tidak adanya pembelaan, meremehkan dan tidak menganggap maskot fauna daerah -- karena alasan populasi yang menjadi dasar penetapan maskot tersebut.

Sedangkan apa yang dikemukakan Siti Fatimah Ahmad seharusnya dapat dipandang bahwa pengelolaan Taman Negara yang menjaga habitat bekantan yang menjadikan daya tarik bagi wisatawan, bukan karena disana ada berdiri patung bekantan, hal ini sebenarnya secara implisit dinyatakan Syarifuddin R bahwa para wisatawan lebih tertarik ke tempat aslinya (habitat bekantan) yang mudah dijangkau. Jadi, pembangunan patung bekantan memang tidak ada yang salah, sebanyak apapun patung dibangun tetap saja sebagai patung, namun demikian orang-orang tentu tetap lebih tertarik dengan yang aslinya (habitat bekantan). Sehingga, terlalu berlebihan jika sampai dinyatakan bahwa keberadaan patung bekantan sebagai penanda pernah memilikinya kalau (suatu saat nanti) bekantan itu punah.

Begitu juga dengan keberadaan bekantan yang menghuni Taman Safari dengan dilengkapi rumah Banjar, sebagai sebagian usaha untuk menghidupkan bekantan, yang sebenarnya sangat jauh berbeda dengan usaha di daerah di mana habitatnya terdapat. Di sini perlu diperhatikan, keberadaan bekantan di Taman Safari yang berasal dari Kalimantan Selatan harus menjadi semangat daerah untuk memperhatikan dan menjaga habitat aslinya, apalagi beberapa pulau telah dijadikan cagar alam, seperti Pulau Kaget (Barito Kuala), karena jangan sampai orang tetap menyebut bekantan berasal dari Kalimantan Selatan tetapi di daerah sendiri terus mengalami penyusutan populasi yang pada akhirnya hilang. Orang akan mengingat Kalimantan Selatan tidak mampu menjaga maskotnya sendiri.

Bekantan dirundung bimbang, ungkapan yang tepat, karena disamping dibanggakan sebagai maskot daerah Kalimantan Selatan hingga akan dijadikan patung ikon Kota Banjarmasin namun juga seolah dibiarkan saja mengalami penyusutan populasinya. Bahkan keberadaan patung nantinya sudah dianggap cukup mewakili keberadaannya yang pernah ada. Memang lebih mudah membangun patung dibandingkan menjaga habitatnya. Membangun patung cukup sekali, sedangkan menjaga habitat bekantan mengharuskan dilakukan secara terus menerus. Pembangunan patung bekantan sebagai ikon kota Banjarmasin tidak ada yang salah, hanya saja alasan pembangunannya tidak mencukupi dan kurang pendalaman filosofis.

(Media Kalimantan, 19 November 2010: C3)

Komentar :

Banjarmasin sesungguhnya tak layak lagi mendapat julukan ”Kota Seribu Sungai”. Sebab sekarang ini sungainya banyak yang sudah mati dan sisanya dapat.dihitung dengan jari. Apa lagi yang dapat dibanggakan ?

Kemudian muncul polemik tentang patung bakantan. Kok repot-repot memikirkan perkara pelestarian "bekantan". Yang gampang-gampang ajalah. Bikin patungnya aja kan gampang. Kok repot-repot “

Sebenarnya, kalau mau bikin patung, perlu ada pertimbangan yang matang agar tidak.terjadi benturan dengan.kuatnya relegiusitas di tanah Banjar ini,. Bagi aku pribadi, bikin patung itu setuju-setuju saja, karena aku melihat dari sisi seni, sisi keindahan, bukan untuk disembah-sembah seperti berhala. Kalau patung bekantan itu jadi berhala jelas bukan aku saja yang tidak setuju tetapi juga masyarakat Banjar umumnya.

Tentang adanya intansi yang mengurusi pelestarian bekantan ini memang sangat diharapkan upaya yang serius dan lebih baik lagi jika ada kerja sama dengan pihak2 yang menghendaki adanya pelestariannya. Sebab kita menyadari, semua ini adalah upaya yang sangat sulit dan pekerjaan yang sangat berat seperti, harus berhadapan dengan para kapitalis dan orang-orang yang hanya mencari keuntungan, yang tidak memperhatikan dampak kerusakan alam yang sekaligus merusak habitat bekantan dan satwa lainnya.

Buruknya kondisi lingkungan habitat ini karena semakin berkurangnya pepohonan sebagai sumber makanan bekatan, perlu pendanaan yang cukup besar dan juga gencarnya menyosialisasikan pelestariannya pada masyarakat baik secara langsung maupun melalui media cetak dan elektronik.

Permasyalahannya, "belum" perlu “bikin” patung bekantan, tetapi yang lebih perlu “pelestariannya” dulu karena bekantan semakin ”punah”. Oleh karena itu motor penggeraknya ini tentu saja selaku kepala "ahuinya" intansi yg bersangkutan dan perlu dukungan dari semua pihak. Semoga*** (Arsyad Indradi)

Selasa, 04 Januari 2011

Nalam Buat Yessika


Arsyad Indradi

Nalam Buat Yessika

Adakah lebih sanggama dari putik bunga
Dari kupukupu beribu warna
Kelopak romansa aroma semarainya
Tapi tibatiba jadi terbang kepak melayanglayang
Taman sukma jadi bayangbayang

Sejak kita di beranda itu Yessika
Kita pun tak pernah mampu menutup rawi kita
Yang tak habis ditulis dendamnya rindu
Saat berkaca pada jatuhnya tetes airmata
Yang selalu luput menafsir bahasa cinta

Sui Lan bisikmu lalu menatap cakrawala
Siapa meniti awangemawan yang berarak
Hatiku berkacakaca :
Duhai dua jiwa satu raga, satu jiwa dua raga
Tangan kita erat bergenggaman

Lalu kita pun melabuh sampan
Dari Barito dari Batanghari
Lalu kita dendangkan nalam kita :
( Sui Lan ) : Tebing mana menyimpan selaksa duka
Seloka luka
Kayuh bersimpuh
Mencari kemana riak arus pupus
( Yessika ) : Karang mana menyimpan selaksa duka
Seloka lara
Rindu yang luruh
Mencari kemana tempat berteduh
( Sui Lan ) : Barito mengalirkan dalamnya anganangan
Sungai tak ada lagi persinggahan
Putri junjung buih bermandi buih
( Yessika ) : Batanghari mengalirkan dalamnya impian
Sungai tak ada lagi tepian
Putri mayang bermandi mayang

Konon sampan itu Yessika masih juga berlabuh
Seperti tiada pernah sangsi mencapai muara ”DAMAI”
Aku masih ingat sayang kau menarik napas panjang

kssb,2 Jan 2011

(”DAMAI” = DAM-AI =Dimas Arika Mihardja –Arsyad Indradi)

• Monique Wien'z, Sari Weh Djayanti, Ramayani Riance dan 9 lainnya menyukai ini.


Dzikri Muhammad : Luar biasa...



Kwek Li Na : indah sekali...



Tato A Setyawan :
Kolaborasi yang ciamik bah. Luar biasa. Takjub kepada pian berdua..
Begitulah kiranya jika urat sungai menyuakan yessika dan sui lan; mereka pasti berdendang asmara riak sungai (ku).


Tuditea Masditok :
Yessika yang indah yessika yang megah yessika yang membuat resah,ah yessika aku masih ingat saat kau merebah :)


Dimas Arika Mihardja :
DAMAI [DAM-AI] = Dawai Akan Menyuguhkan Aura Itu, keindahanlah yang terasa berdegup didada, getarannya akan merasuki ke seluruh pori dan sendi dan akan memberikan kekuatan abadi. DAMAI [ejaan lama = Djalan Akan Menunjukkan Arah Itu] dan la...ngkah kaki kita kian terarah menuju pelabuhan, mendayung sampan di atas isak riak dan teriak ombak: aku sungguh mencintaimu, duhai Kekasih. Lalu kita bertemu dalam laku dan lakon yang semakin membuahkan haru. Kita berpelukan di gigir pantai, saling mengusap bening air mata keharuan dan mengecup dengan lembut anak rambut di dahi.Lihat Selengkapnya


Elisa Octavia :
Ayah, tandaen dung di catatan ini...


De Kemalawati terharu...




Oase Senja :
Ayahku,puisimu selalu jadi yang terindah.



Lathifah Edib :
Amazing!! Liwar bagusx!!



Sari Weh Djayanti :
indah dan damai,, sungguh luar biasa



Monique Wien'z :
terpesona aku dibuatnya...begitu apik juga indah sekali,aku suka sekali,terima kasih bang sudah di tag,sungguh sampai tidak tau harus berkata apa,yang jelas,benar-benar mempesona ,sang yessica mas DAM yang selalu menggetarkan sukma. salam hormatku selalu..


Rama Prabu :
istilah DAM_AI itu indah.....benar...ini serius...ini keyakinan dua hati yang memelihara adab persaudaraan....putri mayang bermandi mayang! tabik


Surjemi Tjakrawerdaya :
Menyentuh. Catatan hebat *_*



Hamberan Syahbana :
Aku suka yg ini



Kayla Untara :
manatp nah...

Sekuntum Pagi Untuk Arsyad Indradi
oleh Rama Prabu

: arsyad indradi [kado ulang tahun]

malam mana yang tak melunaskan perjalanan panjangmu*)
sedang fajar pagi menghitung jumlah sajakmu
lewat jendela kamar dan hamparan kebun bunga
sebelah rumah riwayat kata-kata

nun ditimur
dibalik sutra halimun*)
gugusan bintang gemintang turun dirambutmu
membasuh tetes risau dari rindu
menyemayamkan jejak putih di uban wangimu

wajah senjamu selalu bilang bagaimana esok hari
aku mesti merangkai tubuhmu**)
menjahit kelopak sunyi lewat isyarat seribu burung terbang
lewat kalalatu yang mayang dipunggung kenang
bunga kertas yang disulam jadi romansa
dan berharap aku simpan di jambangan cinta

kini, tapak kaki dijalan puisi telah mendulang kasih abadi
ritus-ritus putaran menetap dibebatu sunyi
karena wajah senjamu telah berkata:
dibalik rangkaian bahasa yang berlimpah maka disitulah dusta cinta ***)
dimana kita menatah tebingnya jadi tiang tebu merah
rahasia birahi seorang majnun ditaman kasih

note:
*) puisi sekuntum pagi, arsyad indradi, 1981
**) puisi bunga kertas, aryad indradi, 1973
***) puisi mendulang cinta, arsyad indradi, 1993

Bandung, 30 Desember 2010

• Abdul Kohar Ibrahim, Dwi Klik Santosa, Yonathan Rahardjo dan 17 lainnya menyukai ini.


Lembayung Senja :
Met pagi .... puisinya bagus ... jd ingat SEsuatu .... SYukron Mas Rama ...


Dimas Arika Mihardja :
Rama Prabu aku terharu baca puisimu untuk sahabat batinku ini. Lantaran FB-ku bermasalah (tak bisa menulis note) aku numpang ngucapin selamat buat Abah ya? Jika berkenan, boleh kok disandingkan di pelaminan dengan puisimu yang indah.


Rama Prabu ‎#lembayung:
selamat pagi..sejahtera pagi hingga siangmu..!


Rama Prabu ‎#ram DAM:
duh kepanapa ya, tunggu saja beberapa saat...nanti juga akan pulih...sahaya akan pajang agar berdampingan cinta kita untuk abah..! sahabat batin...tabik....sehat sejahtera selalu..

Dimas Arika Mihardja
Duh kian haru, hanya judulnya tuh jadi Y...ESSIKA, edit dong hehehehehe makasig telah merepotkan. Aku kesal sejak kemarin tak bisa nulis....

Lembayung Senja :
Amiiin ..... Allahumma ..... Amiiin YRA * met aktifitas .... semoga sukses sll untuk Mas Rama .... Amin *

Rini Sanyoto :
selamat pagi kan Rama, menjelang akhir tahun dengan sajian yang indah......aku suka, menata tebing dan tenggelam disela gunung.... sungguh menginspirasi ...salam


Mariska Lubis :
pagi yang cerah dan senyum di bibir merah... sejuta rasa bahagia... dalam pelukan... terima kasih cinta atas segala keindahan di pagi hari... heheheh...

Rama Prabu ‎#mas DAM: :
dengan senang hati....! duh ada cinta lewat beragam cara...via inbox asik...tetap sampai di jantung sahabat.

Rama Prabu ‎#lembayung: amin...!



Rama Prabu ‎#mb rini:
tataan teging itu untuk sahabat...sekaligus pendahulu dalam jejak sajak...


Rama Prabu ‎#mb ML:
senyum di bibir merah...ah...seperti biasa selamat pagi semua...



Heru Marwata :
Hm, benarkah di "... sebelah rumah riwayat kata-kata (RP) dan "... dibalik rangkaian bahasa yang berlimpah maka disitulah dusta cinta ***) (AI) "... kemarin, hari ini,dan esok" (Om DAM)?

Wah ini benar-benar SINDIRAN yang sangat dahsyat Mas R...ama. Paduan 3 komposisi yang asyik. Ai laik dis.Lihat Selengkapnya


Kurniawan Yunianto
sebuah kepedulian .. kasih sayang seorang rama prabu kepada penulis pendahulu ... saluuut .. maturnuwun mas .. berkah rahayu


Rama Prabu ‎#mas heru:
ya begitulah cinta kita pada seorang penyair yang telah mendedikasikan dirinya untuk jalan puisi...perpaduan hati sahaya dan Mas DAM yang sekarang fbnya sedang dalam problem....komposisi untuk saling menjaga hati..

Rama Prabu ‎#bung KY:
ya, sebuah kepedulian cinta antara sesama pribadi yang mendedikasikan diri di jalur puisi...seperti kita..!rahayu juga!

Yvonne De Fretes :
puisi2 cantik dua sahabat...sy menikmatinya...selamat ya untuk abah sayang...selamat tahun baru mas rama ,mas dam, n semua teman...salam

Rama Prabu ‎#mb yvone:
ya..bukti cinta kita pada semua...selamat tahun baru juga ya...!


Dwi Klik Santosa :
sajak persembahan yang romantis ....


Rama Prabu DKS:
begitulah kita saling mencintai dan manjaga harmoni....heee


Dimas Arika Mihardja :

SAJAK YESSIKA UNTUK SUI LAN (Dimas Arika Mihardja)

sui lan berdiri di pelabuhan, melabuhkan kejora
di dada Cinta. rambutnya tergelai sepanjang riak dan ombak
menjilati pantai, meruak di cakrawala senja
kabarkan padaku sui lan, jangan katakan "sialan"
sebab aku meindukan bincang semalaman di pelataran
di lobi hotel alia bersama diha, membaca puisi
menatap lekat nyi gondosuli

sui lan, lihatlah camar gemetar di tiang layar
mendebur d keidalaman debar
mekar di taman keindahan
katakan padaku sui lan, pelabuhan itu
tanah perkebunan sayur itu
dan kerjap matamu
terbit di ufuk timur,tak mau tenggelam di sela gunung

sui lan, ayo teus berjalan menyisir semenanjung
atau jadi bunga bakung yang sederhana saja
sebab usia kita sama, menyukai tiga rupa:
kemarin, hari ini,dan esok
larut dalam sajak yang penuh isak
dan menyebutmu Bapak.

bengkel puisi swadaya mandiri,30 desember 2010


De Kemalawati :
Sui lan. . . Kepada siapa kusebut bapak?



Dimas Arika Mihardja :
Sui Lan adalah "kekasih abadi" Bapak Arsyad Indradi (Banjarbaru, Kalimantan Selatan) yang hari ini berulang tahun. Lantaran FB bermasalah tak bisa nulis catatan, puisi ini kukirim lewat inbox Arsyad Indradi sahabat batinku, ya dia itu Si Penyair Gila. Begitulah Deknong Kemalawati adikku. Persahabatanku dengan beliau tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan. Abah Arsyad Indradi ini adalah juga "pacar" mbak Diha. Salam DAM, damai di hati ya?

De Kemalawati
Wah, selamat ultah pak Irsyad, dikirimi puisi begitu indah. Beruntung nian mengenal orang2 hebat seperti mbak Diha, mas Dimas dan kini pak Arsyad, semoga aku ketularan 'gila' kalian. Salam


Dimas Arika Mihardja :
De Kemalawati, adikku yang akan "gila", abah Arsyad Indradi inilah yang menerbitkan buku 148 Penyair Menuju Bulan, buku setebal 728 halaman dibidani sendiri, dibiayai sendiri (dengan menjual sebidang tanah) hanya untuk memberi Kado Hari Jadi ke-7 Kota Banjarbaru dan Hari Ulang tahun beliau ke 57 (31 Desember 1949). Dengan buku itu lantas aku menyebutnya dengan "Penyair Gila", penyair Gaek yang tak mati-mati juga kreativitasnya.

Hamberan Syahbana :
O giti ya? Hehehe, aku baru tahu tu: kalau Sui Lan itu si Penyair Gila yang dari Banjarbaru itu. Burung camar di tiang layar itu tentunya Mas DAM ya?
Kalau begitu:
Kuucapkan selamat panjang umur buat sui lan dan
berjuta selamat pagi aku ucapkan
buat burung camar yang gemetar di tiang layar di pelabuhan
sambil menunggu datangnya angin yang tak pernah bosan mengantarkan biduk kasmaran
yang gemar mengarungi lautan demi lautan
yang tak gentar menerjang ombak badai dan taupan
yang pantang surut sebelum tiba di daratan
pantai harapan yang didambakan

Dimas Arika Mihardja :
Pak Hamberan, apakah yang kita punya selain cinta dan setia pada makna kata dan tegur sapa? angin senja telah merisalahkan pengalaman berdekapan dan Pak Hamberan terus saja duduk di emperan menuliskan kata cinta itu. Duh,indahnya silaturahmi hati buat orang-orang terkasih.

De Kemalawati
aku terharu, apa yang aku dan teman2 Lapena buat hari ini belum apa2 dibandingkan abah Arsyad. Ternyata cermin di hadapanku makin lebar dan makin bening, aku melihat makin banyak orang2 di depanku berpeluh dan berotot terus menggali, menanam dan memupuk. . . Duh

Galih Sundari :
Sui Lan,digerai rambutnya berjuntai desau rebana dengan pepujian syahdu,sebagaimana Putri Junjung Buih 'beterbangan' saat hendak meneguk tetes siraman jiwa dari Pancaran Arrasy.
Didermaga Bandar Masih sang Suryanata memaknai tentang tiga rupa,usia yang sama dan trisakti.engkaukah itu duhai Sui Lan,Dam,Arsyad Indradi?
Salam salimku pada yg 'GILA',
Selamat Ulang tahun,semoga dalam berkahNYA slalu.Amin.

Dimas Arika Mihardja :
Mbak Galih Sundari, untaian kata-katamu pagi ini menunjukkan betapa ada potensi kreatif di dirimu. Hayo jadilah kegilaan menulis untuk mengabadikan cinta,mengabarkan sikap bersetia pada kehidupan. Terima kasih ya? Salam 123 sayang semuanya.

Galih Sundari :
Oh Pak Dam,betapa hasrat bagai merapi namun harus me-lawu,terpasung dalam toleran cinta dari yang tercinta sbagai belahan jiwa.bekunya mega di gunung kota baru,memenjarakan liarnya imaji.maka hanya meliuk dikomen dan seadanya,sbagai penawar dahaga akan kegilaan.
He.he.he,kusuka salam mesra njenengan,pak Dam.123 sayang semuanya.


Mahmud Jauhari Ali Full :
benar-benar persahabatan yang memesona. walau beda kota, jarak tak menjadi penghalang. mantap .... selamat ultah duhai Abah Arsyad Indradi ....


Dimas Arika Mihardja :
Abah Arsyad, hapuskan air matamu, bersama Sui Lan engkau bisa kembali berlayar bermilyard jarak tempuh, jangan kuwatirkan kaki lepuh, kepulkan lagi sayap harap menyergap kekuatan dan semangatnya.

Arsyad Indradi :
Terima kasih Mas Dimas terima kasih kawan2 semua semoga kita selalu dalam lindungannya. Ditahun baru ini (2011) terus kita kibarkan semangat berkarya. Biarkan kita "gila" mengejar cahaya akanan itu tiada kan goyah tiada kan luntur. Yessika - Sui Lan dua jiwa satu raga,dua raga satu jiwa. 123 salam sastra semuanya.