Sabtu, 14 Juni 2008

Mengapa Wayag Orang Banjar dinamakan Wayang Gung ?

Oleh : Arsyad Indradi

Kalau kita runut dari beberapa arti yang berkembang kata wayang berarti bayang – bayang.. Wayang Kulit, yang kita saksikan adalah bayang – bayang dari wayang itu dari balik kelir yang dihidupkan oleh blincong ( lampu ). Namun dalam perkembangannya lahir sebuah bentuk kesenian baru yaitu Wayang Orang. Wayang dilakonkan oleh orang. Di Jawa dikenal dengan Wayang Wong.

Mengapa wayang orang di Tanah Banjar dinamakan “ Wayang Gung “ ? Secara analogi mungkin Wayang Gung itu sebagai bentuk lain dari Wayang Gong di Jawa atau terjadi perubahan bunyi “ W “ ke “ G “ pada kata “ Wong “ dan “ Gung “. Tetapi berubahan bunyi tersebut kecil kemungkinannya sebab tidak ada peristiwa bahasa yang mirip seperti itu. Dan kedua kata “ Wong “ ( Jawa ) dan “ Gung “ ( Banjar ) tidak memiliki hubungan makna.sama sekali. Kata “ Gung “ dalam bahasa Banjar adalah salah satu instrumen gamelan Banjar yakni “ Agung “. Bunyi agung ini adalah sebagai penutup irama dari bunyi – bunyian instrumen gamelan tersebut. Ada kemungkinan, gerak igal ( tari ) dalam Wayang Gung sangat ditentukan oleh satuan bunyi pukulan agung, sehingga ada kecenderungan penyebutan Wayang Gung ini sebagai pengaruh gerakan pelakonnya yang mendasarkan gerakannya pada bunyi “ Gung “.

Gung ( Agung ) dalam budaya Banjar, dianggap keramat. Konon, Lambung Mangkurat pergi ke Kerajaan Majapahit meminta Putra Majapahit yang bernama Raden Putera, yang sebenarnya tidak berwujud manusia, yang akan dijadikan suami Putri Junjuung Buih di Kerajaan Negara Dipa. Sesampainya di Kerajaan Dipa, Raden Putera memasuki istana dengan “ bajajak “ ( berpijak ) di atas agung. Seketika itu Raden Putera berubah wujud menjadi manusia yang sempurna berwajah tampan, yang kemudian berganti nama yaitu Pangeran Surianata. Sejak saat itu “ Gung “ dipandang memiliki mitos sebagai alat menjelmakan Raden Putera yang tidak berwujud manusia hingga menjadi manusia yang sempurna.

Jadi kemungkinan besar sebutan Wayang Gung ini ada kaitan erat dengan pengaruh gerakan pelakon Wayang Gung yang berdasarkan gerarakannya pada bunyi “ Gung “ dan juga ada hubungan makna “ Gung “ pada peristiwa Raden Putera menjadi orang ( manusia ).di samping ada kemungkinan lain bahwa adanya pengejawantahan tokoh – tokoh dengan karakter yang “ Agung “ { besar ) pada Wayang Gung. Tokoh Agung ini sebagai simbol kebaikan yang dapat mengalahkan keangkaramurkaan. Dengan tiga tesa ini sebutan “ Wayang Gung “ populer di dalam masyarakat Banjar. *******

Sekilas Menjenguki Wayang Gung

Oleh : Arsyad Indradi

Diperkirakan munculnya kesenian Wayang Gung di Tanah Banjar pada abad ke XVIII atau sekitar tahun 1760 M. Raja Banjar mempunyai hubungan erat dengan raja – raja di Pulau Jawa terutama Demak dan Mataram, sekitar abad ke XV. Hubungan inilah kesenian dan kebudayaan Jawa masuk ke Kalimantan. Kesenian ini antara lain adalah Wayang Orang. Wayang Orang ( Wayang Wong – Jawa ) sangat berkenan di hati suku – suku Kalimantan khususnya masyarakat Banjar.

Bermula, kesenian wayang hidup hanya di Keraton Banjar saja, namun lama kelamaan wayang ini menyebar ke luar keraton yaitu ke masyarakat Banjar secara meluas. Menyebarnya Wayang Orang ini karena masyarakat Banjar memandang Wayang sebagai lambang hidup dan kehidupan manusia. Wayang mempunyai unsur – unsur filosofis hidup dan kehidupan, memiliki bahasa simbol yang bersifat kerohanian. Apalagi Wayang Purwa yang berkembang itu adalah memiliki mitos Sunan Kalijaga yang bermuatan ajaran filsafat Islam. Masyarakat Banjar umumnya masyarakat Melayu Banjar yang beragama Islam tak heran kesenian Wayang cepat berkembang di masyakarat Banjar ini.

Wayang Orang yang dikenal dalam masyarakat Banjar adalah Wayang Gung. Wayang Gung merupakan kreativitas kreator “ Dalang Banjar “ dari adaptasi Wayang Wong. Wayang Gung pada akhirnya mempunyai ciri khas atau versi Banjar, dari segi teknik garapan , gamelan, kostum, propertis, gerak igal ( tari ), bahasa pengantar dan struktur pergelaran, walapun masih ada idiom – idiom dari Wayang Wong ( Jawa ).

Wayang Gung mempunyai lima fungsi yaitu :

Pertama, sebagai hiburan. Wayang Gung dipergelarkan manakala acara hiburan peringatan
hari – hari besar baik nasional maupun daerah, acara perkawinan dan paska panen padi.

Kedua, fungsi Didaktis. Wayang Gung merupakan media strategis untuk menyampaikan pesan – pesan yang bersifat edukatif pada masyarakat Banjar.

Ketiga, berfungsi Filosofis. Wayang Gung banyak memiliki ajaran-ajaran mistis dalam kehidupan manusia. Mistis ini bersifat filosofis yakni berhubungan keduniaan ( lahiriah ) dan mental spritual ( batiniah ). Orang menyaksikan pertunjukan Lakon Wayang Gung sebagai refleksi diri. Banyak falsafah dan bahasa simbol hidup dan kehidupan yang dapat dipetik untuk kesadaran batin. Mitos ini diejawantahkan dalam hidup dan kehidupan sehari – hari.

Keempat, berfungsi Nazar. Pertunjukan Wayang Gung atas permintaan seseorang atas terkabulnya maksud atau rencana seseorang itu. Nazar ini harus dipenuhi, menurut kepercayaan masyakarat Banjar kalau tidak dipenuhi akan terjadi malapetaka bagi penazarnya.

Kelima, berfungsi ritual ( magis ). Wayang Gung diselenggarakan untuk maksud mengusir penyakit atau pun bencana.

Dalam pergelaran Wayang Gung mempunyai bentuk empat struktur babakan. Babakan ini merupan inti struktur alur. Struktur babakan ini yaitu :

Pertama, Mamucukani. Yaitu babakan tuturan permulaan kisah dalam bentuk sindin. dan dialog. Ada tiga dalang yang terdiri dari Dalang Sejati, Dalang Pangambar dan Dalang Utusan. Fungsi Dalang Pangambar dan Dalang Utusan adalah melengkapi tutur dari Dalang Sejati.

Kedua, Sidang Jajar. Adalah babakan sidang Kerajaan dari para satria kerajaan membahas suatu peristiwa yang berhubungan dengan masalah – masalah yang dihadapi kerajaan tersebut.

Ketiga, Konflik. Dalam babakan ketiga ini perang atau pertempuran antara tokoh baik dengan tokoh jahat.

Keempat, Bapacah. Adalah babakan antiklimak dari konflik. Biasanya dalam Wayang Gung selalu disajikan happy Ending atau kemenangan dipihat kebaikan.

Wayang Gung umumnya mengangkat cerita dari epos Ramayana tetapi ada juga menyajikan seperti tarian daerah atau dialog – dialog yang bersipat humor, dan memasukkan unsur pesan – pesan lain yang bersifat carangan yang disesuaikan dengan suasana penonton.

Umumnya pelakon dari Wayang Gung merupakan pelakon yang khusus artinya setiap tokoh dilakonkan oleh pelakon tertentu. Misalnya tokoh Hanoman dilakonkan oleh seseorang yang benar – benar menggeluti dan menghayati perilaku atau karakter tokoh Hanoman. Begitu juga tokoh Dasamuka ( Rahwana ) dilakonkan oleh pelakon tertentu dan seterusnya. Tak jarang kelompok Wayang Gung mengambil pelakon dari kelompok Wayang Gung yang lain karena pelakonnya berhalangan. Oleh karena itu kelompok Wayang Gung yang terkenal karena kelompok ini banyak mempunyai pelakon yang khusus atau pelakon yang profisional.

Kalau kita amati sejarah perjalanan Wayang Gung Banjar di Kalimantan khususnya Kalimantan Selatan, sudah dua abad umurnya. Dengan usia yang panjang ini Wayang Gung telah memperkaya khasanah seni tradisional di Kalimantan khususnya masyarakat Banjar Kalimantan Selatan. Maka Wayang Gung perlu diwariskan dengan generasi masa kini agar mereka tidak terserabut dari akar budaya nenek moyangnya. Tampaknya, di era globalisasi ini nasibnya tak berbeda dengan Wayang Kulit Banjar yang kian hari kian dilupakan orang, pada gilirannya tak mustahil akan musnah ditelan zaman. Siapa yang bertanggung jawab ? ***

Sabtu, 31 Mei 2008

SEKILAS MENGENAL TEATER TRADISIONAL KALSEL “MAMANDA”

Oleh : Arsyad indradi

Salah satu teater tradisional Kalsel yang masih bisa bertahan hidupnya adalah “ Mamanda “. Mengapa demikian ? Sebab cerita dari Mamanda memang mengasyikkan tak kalah dengan cerita sinetron atau film. Walau pun tokoh-tokoh dalam Mamanda “ baku “ namun dapat ditambah tokoh-tokoh lain dengan cerita yang lain, artinya cerita mamanda dapat diciptakan sesuai dengan perkembangan jaman. Apa lagi durasi pertunjukkan mamanda jang semula semalam suntuk sekarang disesuaikan dengan permintaan, maksudnya bisa durasinya 3 jam atau 5 jam. Istemewanyanya Mamanda, bisa dimainkan dengan sebuah naskah yang utuh seperti terater modern atau hanya dengan mengatur cerita seperti garis besar cerita, babakan dan plot, sedangkan dialog dikenal dengan istilah impropisasi. Pemain – pemain Mamanda memang dikenal keahliannya berimpropisasi. Tokoh-tokoh mamanda yang baku itu adalah Raja, Mangkubumi, Wazir, Perdana Menteri,Panglima Perang, Harapan Pertama, Harapan kedua, Khadam, Permaisuri, Anak Raja ( bisa putri atau Pangeran ). Tokoh-tokoh lain sesuai cerita misalnya Raja dari Negeri lain, Anak Muda, Perampok,Jin, Belanda, atau nama dari daerah lain ( Jawa, Cina, Batak, Madura atau lainnya ). Seperti juga di teater modern, sebelum pertunjukkan dimulai akan dibacakan sinopsisnya, di mamanda dipaparkan lewat “ Baladon “. Baladon adalah tutur cerita dengan dibawakan berlagu dan gerak tari. Cerita mamanda bisa berkolaburasi dengan seni tari atau musik. Yakni setelah kerajaan selesai bersidang maka akan ditampilkan pertunjukkan tari dengan maksud menghibur raja dengan segenap aparat kerajaan atau ketika kerajaan menang perang diadakan pertunjukkan hiburan tari atau musik panting.

Asal mula Mamanda adalah Badamuluk ketika rombongan bangsawan Malaka ( Abdoel Moeloek atau Indra Bangsawan, 1897 M ) yang dipimpin oleh Encik Ibrahim dan isterinya Cik Hawa, menetap di Tanah Banjar beberapa bulan mengadakan pertunjukkan. Teater ini begitu cepat populer di tengah masyarakat Banjar. Setelah beradaptasi, teater ini melahirkan sebuah teater baru bernama “ Mamanda “. Mamanda mempunyai pengertian “sapaan” kepada orang yang dihormati dalam sistem kekerabatan atau kekjluargaan.

Mamanda mempunyai dua aliran. Pertama : Aliran Batang Banyu. Yang hidup di pesisir sungai daerah Hulu Sungai yaitu di Margasari. Sering juga disebut Mamanda Periuk. Kedua : Aliran Tubau bermula tahun 1937 M. Aliran ini hidup di daerah Tubau Rantau. Sering dipentaskan di daerah daratan. Aliran ini disebut juga Mamanda Batubau. Aliran ini yang berkembang di Tanah Banjar.

Pertunjukkan Mamanda mempunyai nilai budaya Yaitu pertunjukkan Mamanda disamping merupakan sebagai media hiburan juga berfungsi sebagai media pendidikan bagi masyarakat Banjar. Cerita yang disajikan baik tentang sejarah kehidupan, contoh toladan yang baik, kritik sosial atau sindiran yang bersifat membangun, demokratis, dan nilai-nilai budaya masyarakat Banjar.

Bermula, Mamanda mempunyai pengiring musik yaitu orkes melayu dengan mendendangkan lagu-lagu berirama melayu, sekarang beralih dengan iringan musik panting dengan mendendangkan Lagu Dua Harapan, Lagu Dua Raja, Lagu Tarima Kasih, Lagu Baladon, Lagu Mambujuk, Lagu Tirik, Lagu Japin, Lagu Gandut , Lagu Mandung-Mandng, dan Lagu Nasib. ********

Minggu, 25 Mei 2008

TARI TIRIK KUALA


Gerak – gerak tari tirik sebenarnya bersumber pada tari Gandut yang berasal dari daerah Pandahan Kabupaten Tapin, seperti Tirik Kuala, Tirik Lalan dan lain – lain. Lambat laun gerak tirik ini mengalami perubahan pariasi gerak atau kreasi baru yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kondisi setempat.

Tari Tirik Kuala ini bermula bernama Tari Tirik DF ( Djakarta Fair ). Mengapa dinamakan Tirik DF ? Pada akhir tahun 1971, kesenian tari Kalimantan Selatan diundang untuk mengikuti Festival atau Parade tari daerah dalam acara Open Ceremony Djakarta Fair 1971. Pada waktu itu ada tiga Provinsi yang hadir yaitu Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Aceh dan Provinsi Sulawesi Utara. Untuk menampilkan tarian daerah Kalimantan Selatan, maka berkumpullah pelatih – pelatih tari Banjarmasin seperti Rustam AA, Bachtiar Sanderta, Ismail Effendi, Norman Sirat, Arsyad indradi, Ibramsyah Barbary, Nirmala, Dewi, Aisyah dan beberapa pelatih lainnya untuk mengolah sebuah tarian berjenis tari tirik.. Setelah tarian ini rampung maka sementara waktu dinamakan Tirik DF. Peserta tari ini berjumlah 125 penari dari utusan daerah Kabupaten se Kalimantan Selatan berkumpul di Banjarmasin dengan mengadakan latihan selama satu bulan.dengan mengambil tempat di Aula Pemda Provinsi Kalsel. Dan perancang musik oleh Anang Ardiansyah.

Sekembali dari festival, Tari Tirik DF ini berganti nama dengan Tari Tirik Kuala karena tari ini sangat pesat perkembangannya di daerah kuala.Tari Tirik Kuala, merupakan sebuah tarian pergaulan muda-mudi masyarakat Kalimantan Selatan dan bersifat romantis. Seperti juga tarian pergaulan lainnya, Tari Tirik Kuala disamping sebagai tari pergaulan dan hiburan, sekaligus pula dimanfaatkan sebagai media mencari jodoh.

Arsyad Indradi _________________________________*****

TARI JEPEN ( JAPIN ) KUALA

Seiring masuknya agama Islam ke Tanah Banjar pada abad XV yakni Kerajaan Banjar masuk Islam, berkembang pula kesenian Islam seperti tari Japin. Tari Japin ini begitu digemari oleh masyarakat Banjar terutama daerah pesisir Sungai Martapura. Lambat laun menyebar ke daerah Banjar Hulu yaitu daerah Hulu Sungai. Japin mengalami perkembangan menjadi beberapa macam Japin seperti Japin Kuala, Japin Sisit, Japin Anak Delapan, Japin Rantawan dan sebagainya. Walaupun Japin bermacam – macam namun ciri khas Japin tidak hilang seperti gerak dasar step 4, tahtul, sisit dan lain – lain.

Mengapa Tarian ini dinamakan Tari Japin Kuala ? Sebab Tari Japin ini berasal atau tumbuh dan berkembang di daerah pesisir Sungai Martapura atau sering dinamakan daerah kuala. Tari Japin Kuala merupakan tari pergaulan muda – mudi di daerah Banjar, yang melukiskan rasa eratnya tali silaturrahmi dan persaudaraan. Tarian ini sangat disukai oleh muda-mudi Tanah Banjar karena disamping untuk mengekspresikan kegembiraan dalam suatu acara, tak jarang pula Tari Japin merupakan media untuk mencari jodoh. Walaupun tarian ini adalah tarian pergaulan namun masih memegang norma - norma agama Islam.

Sabtu, 24 Mei 2008

TARI RADAP RAHAYU


Asal muasal Tari Radap Rahayu adalah ketika Kapal Perabu Yaksa yang ditumpangi Patih Lambung Mangkurat yang pulang lawatan dari Kerajaan Majapahit, ketika sampai di Muara Mantuil dan akan memasuki Sungai Barito, kapal Perabu Yaksa kandas di tengah jalan. Perahu menjadi oleng dan nyaris terbalik. Melihat ini, Patih Lambung Mangkurat lalu memuja “ Bantam” yakni meminta pertolongan pada Yang Maha kuasa agar kapal dapat diselamatkan. Tak lama dari angkasa turunlah tujuh bidadari ke atas kapal kemudian mengadakan upacara beradap-radap. Akhirnya kapal tersebut kembali normal dan tujuh bidadari tersebut kembali ke Kayangan. Kapal melanjutkan pulang ke Kerajaan Dwipa. Dari cerita ini lahirlah Tari “ Radap Rahayu “ ( anonim ). Tarian ini sangat terkenal di Kerajaan Banjar karena dipentaskan setiap acara penobatan raja serta pembesar-pembesar kerajaan dan juga sebagai tarian penyambut tamu kehormatan yang datang ke Banua Banjar, upacara perkawinan, dan upacara memalas banua sebagai tapung tawar untuk keselamatan. Tarian ini termasuk jenis tari klasik Banjar dan bersifat sakral.Dalam tarian ini diperlihatkan para bidadari dari kayangan turun ke bumi untuk memberikan doa restu serta keselamatan . Gerak ini diperlihatkan pada gerakan awal serta akhir tari dengan gerak “terbang layang”. Sayair lagu Tari Radap Rahayu diselingi dengan sebuah nyanyian yang isi syairnya mengundang makhluk-makhluk halus ( bidadari ) ketika ragam gerak “Tapung Tawar”, untuk turun ke bumi. Jumlah penari Radap Rahayu selalu menunjukkan bilangan ganjil, yaitu : 1,3,5,7 dan seterusnya. Tata Busana telah baku yaitu baju layang. Hiasan rambut mengggunakan untaian kembang bogam. Selendang berperan untuk melukiskan seorang bidadari, disertai cupu sebagai tempat beras kuning dan bunga rampai untuk doa restu dibawa para penari di tangan kiri. Seiring lenyapnya Kerajaan Dwipa, lenyap juga Tari Radap Rahayu. Tarian tersebut kembali digubah oleh seniman Kerajaan Banjar bernama Pangeran Hidayatullah. Namun kembali terlupakan ketika berkecamuknya perang Banjar mengusir penjajah Belanda. Pada tahun 1955 oleh seorang Budayawan bernama Kiayi Amir Hasan Bondan membangkitkan kembali melalui Kelompok Tari yang didirikannya bernama PERPEKINDO ( Perintis Peradaban dan Kebudayaan Indonesia) yang berkedudukan di Banjarmasin. Sampai saat ini PERPEKINDO masih aktif mengembangkan dan melestarikan Tari Radap Rahayu.

Arsyad Indradi _____________________________________________****

Jumat, 23 Mei 2008

Tari Tirik Lalan

Jenis tari hiburan. Tarian ini digali dari sebuah tari Bagandut pada tahun 1970-an yang berasal dari daerah Pandahan Kabupaten Tapin. Sebuah tarian yang romantik, yang menggambarkan seorang suami yang ingin merantau ke Tanah Jawa untuk mencari penghidupan yang layak, namun sang isteri rupanya tidak mengijinkan, sebab sang suami pergi tidak tentu entah berapa lamanya. Sang isteri begitu sedih. Sang suami dengan bujuk rayu dan memberikan pengertian pada sang isteri. Pada akhirnya sang isteri mengijinkan juga keberangkatan sang suami. Tarian ini ditampilkan pada acara hiburan dalam memperingati hari-hari besar baik lokal maupun nasional atau perayaan lainnya.





Selasa, 20 Mei 2008

Tari Baksa Kembang

Tari Baksa Kembang termasuk jenis tari klasik, yang hidup dan berkembang di keraton Banjar, yang ditarikan oleh putri-putri keraton. Lambat laun tarian ini menyebar ke rakyat Banjar dengan penarinya galuh-galuh Banjar. Tarian ini dipertunjukkan untuk menghibur keluarga keraton dan menyambut tamu agung seperti raja atau pangeran . Setelah tarian ini memasyarakat di Tanah Banjar, berfungsi untuk menyambut tamu pejabat-pejabat negara dalam perayaan hari-hari besar daerah atau nasional. Disamping itu pula tarian Baksa Kembang dipertunjukkan pada perayaan pengantin Banjar atau hajatan misalnya tuan rumah mengadakan selamatan. Tarian ini memakai hand propertis sepasang kembang Bogam yaitu rangkaian kembang mawar, melati, kantil dan kenanga. Kembang bogan ini akan dihadiahkan kepada tamu pejabat dan isteri, setelah taraian ini selesai ditarikan. Sebagai gambaran ringkas, tarian ini menggambarkan putri-putri remaja yang cantik sedang bermain-main di taman bunga. Mereka memetik beberapa bunga kemudian dirangkai menjadi kembang bogam kemudian kembang bogam ini mereka bawa bergembira ria sambil menari dengan gemulai. Tari Baksa Kembang memakai Mahkota bernama Gajah Gemuling yang ditatah oleh kembang goyang, sepasang kembang bogam ukuran kecil yang diletakkan pada mahkota dan seuntai anyaman dari daun kelapa muda bernama halilipan. Tari Baksa Kembang biasanya ditarikan oleh sejumlah hitungan ganjil misalnya satu orang, tiga orang, lima orang dan seterusnya. Dan tarian ini diiringi seperangkat tetabuhan atau gamelan dengan irama lagu yang sudah baku yaitu lagu Ayakan dan Janklong atau Kambang Muni. Tarian Baksa Kembang ini di dalam masyarakat Banjar ada beberapa versi , ini terjadi setiap keturunan mempunya gaya tersendiri namun masih satu ciri khas sebagai tarian Baksa Kembang, seperti Lagureh, Tapung Tali, Kijik, Jumanang. Pada tahun 1990-an, Taman Budaya Kalimantan Selatan berinisiaf mengumpul pelatih-pelatih tari Baksa Kembang dari segala versi untuk menjadikan satu Tari Baksa Kembang yang baku. Setelah ada kesepakatan, maka diadakanlah workshoup Tari Baksa Kembanag dengan pesertanya perwakilan dari daerah Kabupaten dan Kota se Kalimantan Selatan. Walau pun masih ada yang menarikan Tari Baksa Kembang versi yang ada namun hanya berkisar pada keluarga atau lokal, tetapi dalam lomba, festival atau misi kesenian keluar dari Kalimantan Selatan harus menarikan tarian yang sudah dibakukan.******

*** Arsyad Indradi
Ketua/Pelatih "Galuh Marikit Dance Gruop " Banjarbaru







Tari Galuh Marikit

Sebuah tarian yang berjenis tari kreasi baru yang digarap bersumber dari gerak-gerak klasik dan dipadu dengan gerak tari rakyat setempat. Tarian ini hidup dan berkembang di daerah Kota Banjarbaru. Tarian ini menggambarkan bagaimana masyarakat Cempaka keserahariannya sebagai pendulang intan. Cempaka memang sebuah daerah yang banyak menghasilkan intan yang sangat terkenal baik di Indonesia maupun Manca Negara. Tarian Galuh Marikit ini menggambarkan suasana bagaimana Galuh Marikit yang menjadi idaman para pendulang, dengan gigih dan dengan segenap upaya agar dapat “mamicik” (memperoleh) Galuh Marikit tersebut. Kata “ Galuh Marikit “ adalah sebutan pengganti kata “intan”. Sebab, siapapun apa lagi bagi pendulang intan sangatlah tabu bila langsung menyebut kata “intan “ bila berada di daerah pendulangan terlebih lagi sewaktu sedang mendulang. Menurut kepercayaan, pendulang jika langsung menyebut kata intan maka intan tersebut akan menjauh atau menghilang. Dalam tarian ini ada beberapa pelaku yaitu : Galuh Marikit sebagai tokoh utama, Aamasan, titimahan, dan bebatuan lainnya sebagai pendukung ( babantalan ). Arsyad Indradi sebagai kreograper, menitik beratkan pada penokohan “Galuh Marikit”. Jadi gambaran pekerja pendulang adalah sebagai backgroundnya saja. Pelaku tarian ini adalah : Galuh Marikit, Aamasan, Titimahan, dan bebatuan lainnya sebagai pendukung (babantalan) sekaligus berperan sebagai pendulang.









Tari Baksa Kipas

Tari Baksa Kipas adalah sebuah tarian klasik yang hidup di masyarakat Banjar yaitu di daerah Sungai Asam Kecamatan Karang Intan Kabupaten banjar. Namun beberapa tahun silam tarian ini terlupakan dan akhirnya tenggelam.

Pada tahun 1985 Arsyad Indradi bersama seniman tari Kota Banjarbaru mengadakan riset dan menghidupkan kembali Tari Baksa Kipas ini. Tarian ini dikemas kembali karena yang mewarisi tarian ini sudah manula. Tarian ini menggambarkan gadis-gadis Banjar sedang bermain-main dan bergembira ria disuatu pertamanan. Hand propertis yang digunakan adalah kipas. Kipas ini merupakan hasil kerajinan masyarakat Banjar yang menjadi cendra mata bagi wisatawan yang datang ke Tanah Banjar.








Tari Kuda Alas

Sebuah tarian yang menggambarkan bagaimana binal dan liarnya kuda-kuda yang hidup di padang rumput terbuka atau di hutan – hutan yang lebat pepohonannya. mereka satu sama lain saling bersaing untuk mengusai padang rumput dan tak jarang terjadi perkelahian. Namun akhirnya kelompok – kelompok yang bertikai itu rukun bersatu. Karena mereka adalah satu jenis bernama kuda. Tarian ini adalah sebuah tarian kreasi baru yang diolah bersumber dari gerak-gerak tari rakyat atau tarian tradisional, seperti pada tarian wayang gong (wayang oarang) dan kuda gepang. Tarian ini kental sekali di dalam masyarakat Banjar. Tarian ini dipertunjukkan saat perayaan hari-hari besar baik daerah, nasional atau p[un acara hiburan lainnya.








Senin, 19 Mei 2008

MACAN PANJADIAN

*** Arsyad Indradi

Banyak cerita rakyat Banjar yang sudah musnah. Ini karena tidak ada yang peduli untuk menghimpun cerita rakyat Banjar tersebut. Walau ada pula yang terhimpun, tetapi oleh sebuah lembaga yang tergantung adanya proyek. Pun sangat terbatas publikasinya di masyarakat Banjar. Ada sebuah cerita rakyat Banjar yang menarik yang sudah musnah, yaitu Macan Panjadian. ( Macan jadi-jadian ). Menceritakan 5 bersaudara, semuanya laki-laki, Lamboi, Adan, Akhmad, Selamat, dan yang bungsu Isbat. Mereka pergi kesebuah hutan mencari rotan. Hutan tersebut terletak di gunung Gumpa yang banyak rotannya dan terkenal angker. Waktu mereka asyik bekerja hujan turun rintik-rintik, padahal hari dalam keadaan panas, kebetulan hari itu hari jumat. Mereka pun beristirahat di bawah pohon rindang. Limboi berkata pada adik-adiknya : “ Seandainya ada perempuan cantik menemani kita makan-makan alangkah senangnya”. Tiba-tiba angin berembus dan seiring dengan itu terlihat oleh Isbat lima orang perempuan cantik-cantik dari balik semak-semak. Kakak-kakaknya seakan-akan tak percaya perkataan adiknya. Benar ada lima perempuan mendekati mereka sambil membawa nasi ketan. Tampaknya perempuan-perempuan itu sudah tahu pilihannya masing-masing. Mereka pun bergembira ria sambil memakani nasi ketan. Di antara mereka itu hanya Isbat tak ikut makan. Ia selalu di bujuk rayu oleh perempuan bungsu yang paling cantik. Karena takut “ kepuhunan” ( mendapat bahaya karena makanan, karena tidak mencicipi makanan ) Isbat akhirnya mencicipi nasi ketan itu dengan ujung jarinya. Isbat curiga terhadap perempuan-perempuan itu lalu menjauh. Merasa tak enak, ia menengok kebelakang, apa yang terjadi kakaknya sudah tak bernyawa lagi. Macan-macan itu sedang memakan daging dan menghirup darah kakak-kakaknya. Isbat kemudian lari, tapi kemana pun ia lari dan bersembunyi selalu saja ketahuan macan bungsu itu. Manakala Isbat tak terlihat macan itu berseru,” U...” Tiba-tiba jari Isbat yang tadi diletakkan di ketan menyahut,”U...” Dalan hati Isbat, kalau begini terus aku tak mungkin lepas dari macan itu, lalu ia mengambil mandau dan memotong jarinya. Dan perempuan macan panjadian itu kehilangan jejak Isbat. Ia meratap, sedih karena tak sempat memakan daging Isbat hanya jarinya saja. Selesai memakan jari Isbat, macan itu berkata,” Isbat, selamatlah engkau. Apabila engkau mengetahui tentang diriku engkau tahu akan namaku, maka aku akan musnah dan hancur olehmu”. Kemudian ia menyebutkan namanya Sangatak, Sangitik nama ibunya dan nama ayahnya Maharajapati. Kebetulan persembunyian Isbat tak jauh dari macan itu dan mendengar jelas kata-kata macan itu. Isbat keluar dari persembunyiannya dan membaca mantra itu. Seketika, macan panjadian itu pun hancur musnah. Sesampainya di rumah, ia ceritakan kejadian itu pada orang tuanya. Orang tuanya pun bersedih, lalu berkata, “ Makanya jangan sembarangan berkata-kata yang tak keruan di tengah hutan atau di mana pun tempat yang angker “pamali” (pantangan).********


Dikutip dari : Cerita Rakyat Daerah Kalsel, Depdikbud Prov.Kalsel,Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah,1980/1981,hlm 95.

Kamis, 15 Mei 2008

PENUNTUN MENULIS PUISI

Oleh : Arsyad Indradi


Cermati Ilustrasi berikut :

Puisi .......................................

Adalah perjalanan ulang - alik budaya. Ia hidup dan menghirup berbagai misteri dalam dunia kreatifitasnya. Dorongan kreatif dan implus – implus sensitive menjadikan penyair selalu larut mengolah misteri yang dihadapinya, baik dalam realitas maupun imajinatif.

Penyair ....................................

Adalah masuk kawasan budaya sebab ia sesungguhnya pekerja, pemikir, dan pemburu kata – kata arif. Kerja menyair merupakan minoritas kreatif yang menghasilkan wujud kebudayaan.

Wujud Kebudayaan :

1. Kompleks ide – ide, gagasan, nilai – nilai, norma – norma,
peraturan dan sebagainya ( abstrak ).

2. Kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dan
lingkungannya ( sosial ).

3. Sebagai benda – benda hasil karya manusia ( fisik , termasuk
sajak / puisi ).

Jagat Kepenyairan ..........................

Pengembaraan batin. Melalui selaksa kata yang kaya makna, imajinasi dibawa dalam sebuah kontemplasi yang berisi fenomena manusia dan lingkungannya. Perjalanan seorang penyair ibarat air mengalir, melalui kisah bahagia dan duka. Waktu terjaga menjadi kesadaran bagi mata batin dan mata pena untuk berpaut menelusuri kisah – kisah itu lalu menuliskan bagian – bagian alurnya dalam rajutan kata – kata padat ( diksi : pilihan kata ) yang memiliki kekuatan estetika.

Memasuki dunia puisi, jangan pernah bemimpi seperti berkelana di dunia ilmiah yang penuh oleh hipotesis dan kesimpulan yang diukur dengan teori dan rumus – rumus matematis dan pasti.

Sebaliknya, dunia puisi adalah dunia kata penuh metafor, personifikasi, simbol – simbol, tamsil – tamsil kehidupan sekaligus guratan penjelajahan atas ekssistensi dan relasi diri manusia, lelana, yang membutuhkan perasaan untuk mencipta dan membacanya.

Penyair bermain – main dengan kata sehingga kadang ia dianggap “ gila “. Pikiran – pikirannya melampaui batas – batas kesadaran. Untuk menyelami makna puisi sering kali dibutuhkan lebih dari sekali proses pembacaan.





Bagaimana setelah menyimak ilustrasi tadi ?
Wawww, saya akan bergegas mengambil kertas dan pena
Lalu menulis puisi !!!

Matur Sembah Nuwun



PENUNTUN DEKLAMASI / BACA PUISI


Oleh: Arsyad Indradi

Menjadi seorang deklamator yang baik, ia harus memperhatikan beberapa petunjuk ringkas di bawah ini :

I. VOKAL atau SUARA

- Sumber suara adalah pita suara yang terletak di dalam rongga mulut.
- Penggeraknya adalah udara dari paru – paru yang melewati pita suara bila dihembuskan keluar.
- Sebagai penguat adalah rongga – rongga di dalam tubuh, khususnya di sekitar rongga mulut.

A. Perbedaan Vokal.


- Terjadinya suara sangat dipengaruhi oleh kedaan bagian - bagian tubuh kita. Sukar diubah.
Namun dapat diperbaiki dengan latihan- latihan yang baik.
- Jasmani kita berbeda – beda, maka berbeda pula suara kita, yaitu :

a. Tinggi Rendah Suara
Makin banyak jumlah getaran/frekuensinya, makin tinggi pula suara yang dihasilkannya.Dikenal dengan wilayah suara : tinggi, sedang dan rendah.

b. Luas suara.

Jangkauan suara yang sangat tinggi dan sangat rendah. Perbedaan luas suara ini tergantung keluwesan pita suara seseorang. Dengan latihan teknik vokal biasanya masih dapat dikembangkan.


c. Kekuatan Suara

Ada suara orang yang sedemikian keras dan ada pula yang sekeras – kerasnya tetapi masih sukar terdengar dengan jelas. Ini tergantung lebar getar dari pita suara dan rongga – rongga resonansi terdapat dalam tubuh kita.

d. Panjang Suara

Panjang pendeknya suara ditentukan oleh persediaan dan pengaturan udara dari paru – paru.
Memperoleh suara yang panjang perlu menarik napas sedalam-dalamnya dan mengeluarkan
dengan sehemat – hematnya.

e. Volume Suara

Terkadang ada suara seperti keluar dari sebuah rongga yang besar. Tetapi sering pula ada
suara yang seakan – akan keluar dari sebuah bidang rongga kecil. Disamping perbedaan
pita suara, sangat ditentukan oleh perbedaan ruang resonansi dalam tubuh kita.Tapi perlu
diketahui bahwa besar - kecilnya ruang resonansi ini bukan ditentukan oleh besar kecilnya
tubuh seseorang. Bertubuh besar belum tentu mempunyai volume yang besar dan sebaliknya.


f. Warna Suara

Adalah perbedaan suara yang menyebabkan adanya ciri khas dari setiap sumber suara. Suara
Si A berbeda dengan Si B. Ini disebabkan bentuk, ukuran dari pita suara dan bentuk ukuran
dari ruang resonansi di dalam tubuh kita.

g. Kemampuan artikulasi.

Alat – alat artikulasi adalah bibir, gigi, lidah, langit-langit dan hidung.Alat ini perlu dilatih agar
menghasilkan pengucapan yang baik.


B. Intonasi / Aksen

Pengucapan keras – lembut, tinggi-rendah, lagu/irama atau penekanan huruf, kata maupun baris pada puisi.

C. Pernapasan

Pernapasan yang baik dan benar akan menghasilkan vokal yang baik. Bernapas yang baik adalah memakai gerak pernapasan diafragma yaitu sekat antara rongga dada dan perut. Teknik pernapasan dapat digunakan untuk menentukan batas perhentian suara dimana menarik napas hingga pokok-pokok pikiran dalam puisi itu jelas dikemukakan. Jadi sebelum mendeklamasikan puisi haruslah ditandai lebih dahulu pada bagian-bagian mana suara harus berhenti, hingga apa yang dimaksud penciptanya tidak menjadi kacau-balau. Tanda itu biasanya digunakan garis miring (/), (//) dan (///).

II. INTERPRETASI / PENJIWAAN
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan menafsirkan sebuah puisi
yakni :

1. Pemahaman
Seorang deklamator tidaklah akan baik bila belum memahami isi atau maksud sebuah puisi. Untuk memahami ini sebaiknya diparafrasekan terlebih dahulu yakni dengan dua cara :

Pertama, mengikuti puisi itu dari atas ke bawah, kata demi kata,

baris demi baris, bait demi bait. Kemudian maksud puisi itu

dinyatakan dengan bahasa sendiri.

Kedua, membaca puisi itu berulang – ulang kemudian

menangkap inti patinya lalu diceritakan kembali maksudnya,

tanpa terikat lagi akan susunan baris seperti yang ditulis penyairnya.

2. Peresapan
Deklamator sebagai perantara yang hidup antara si penyair sebagai pencipta dengan si pendengar/penonton. Sebenarnya peresapan ini bukan hanya untuk deklamator namun ia sebagai alat untuk meresapkan hati orang lain. Tapi ingat peresapan ini jangan sampai jadi bombastis yaitu terlalu berlebih-lebihan yang mengakibatkan akan gagal untuk meyakinkan dan menikmatkan hati orang lain.

3. Ekspresi
Seorang deklamator diuji sampai dimana kemampuannya mengekspresikan sebuah puisi sehingga pendengar dapat menikmatinya dengan baik. Deklamator harus mampu untuk
menghidupkan,menghidangkan sehingga menjadi makanan seni yang lezat.

Ada beberapa cara mengekspresikan (membawakan)nya :

a. Mimik
Setelah puisi itu benar – benar meresap ke dalam jiwa (penjiwaan ) deklamator maka akan nampak terlihat dari mimiknya. Harmonisasi antara mimik dengan isi ( maksud ) puisi merupakan puncak keberhasilan sebuah deklamasi. Pada saat inilah sering orang akan terpesona sebab sungguh-sungguh merupakan suatu ektase yang mengharukan. Mimik tidak dapat dibuat-buat. Mimik keluar menurut kewajaran secara spontan.

b. Motorik/ gerak
Motorik berfungsi menghidupkan puisi. Manfaatkan gerak anggota tubuh untuk menghidupkan puisi.Manfaatkan stage (panggung) untuk menghidupkan puisi.Tinggalkan paradigma lama yang membelenggu kreatifitas deklamator.

III. DAYA HAPAL

Deklamator mutlak hapal puisi yang dideklamasikannya. Seringkali deklamator tidak hapal, hingga harus mengingat-ingat kembali. Dalam hal seperti ini, usaha untuk menghidupkan puisi dan hendak meresapkan dan menikmatkan orang lain, akan tidak berhasil. Oleh karena itu deklamator haruslah mempunyai daya hapal yang sebaik-baiknya. Lain halnya membaca puisi tidak perlu seluruhnya hapal. Keunggulan deklamasi dapat secara langsung menjiwai puisi tersebut dibandingkan dengan membaca puisi.

IV. LATIHAN

Apa pun alasannya, yang penting adalah untuk mencapai hasil yang maksimal perlu latihan yang intensif dan teratur. Tinggalkan kebiasaan buruk yakni musiman atau bila hanya ada perlu.

Lamut Sastra Banjarnya Urang Banjar


Oleh : Arsyad Indradi

Lamut adalah salah satu sastra Banjar atau dikatakan juga cerita bertutur yang dikhawatirkan suatu saat nanti akan punah. Disebabkan hampir tidak ada lagi yang berminat untuk menjadi Palamutan ( orang yang bercerita lamut ), dan tidak ada yang peduli dari masyarakat banjar itu sendiri, lembaga atau instansi senibudaya untuk melestarikian kehidupan Lamut yang semakin langka ini.

Mengapa dikatakan Lamut ? Ada yang mengatakan bahwa lamut diambil dari nama seorang tokoh cerita di dalamnya, yaitu Paman Lamut seorang tokoh yang menjadi panutan, sesepuh, baik dilingkungan kerajaan atau pun masyarakat seperti halnya Semar dalam cerita wayang. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa lamut berasal dari kesenian Dundam yaitu cerita bertutur dengan menggunakan instrumen perkusi yaitu tarbang, Bercerita sambil membunyikan ( memukul ) alat tersebut. Konon, pendundam ketika membawakan ceritanya tidak tampak atau samar – samar dalam gelap. Cerita yang dibawakan adalah dongeng kerajaan Antah Berantah. Sedang berlamut, pelamutannya tampak oleh penonton dan ceritanya menurut pakem yang ada walau tak tertulis. Cerita yang dikenal masyarakat Banjar yakni cerita tentang percintaan antara Kasan Mandi dengan Galuh Putri Jung Masari. Kasan Mandi adalah putera dari Maharajua Bungsu dari Kerajaan Palinggam Cahaya, sedangkan Galuh Putri Jung Masari adalah putri dari Indra Bayu, raja dari Mesir Keraton. Kasan Mandi kawin dengan Galuh Putri Jung Masari melahirkan seorang putra bernama Bujang Maluala. Di dalam cerita ini ada tokoh antagonis bernama Sultan Aliudin yang sakti mandraguna dari Lautan Gandang Mirung yang jadi penghalang, dan terjadi perang tanding. Kasan Mandi dibantu oleh paman Lamut bersama anak – anaknya yaitu Anglung, Anggasina dan Labai Buranta, akhirnya Sultan Aliudin kalah.

Berlamut sudah ada pada zaman kuno yaitu tahun 1500 Masehi sampai tahun 1800 Masehi tetapi bercerita tidak menggunakan tarbang. Ketika Agama Islam masuk ke Kalimantan Selatan, setelah Raja Banjar Sultan Suriansyah, barulah berlamut memakai tarbang. Sebab kesenian Islam terkenal dengan Hadrah dan Burdahnya.

Seiring dengan pesatnya penyebaran agama Islam, kesenian Islam sangat berpengaruh pada perkembangan kebudayaan dan kesenian Banjar. Syair – syair dan pantun hidup dan berkembang dalam masyarakat. Dan lamut juga mendapat tempat yang strategis dalam penyebaran Islam di masyarakat Banjar.

Ketika Sultan Suriansyah masuk Islam, banyak kebudayaan dan kesenian Jawa yaitu dari Demak ( Jawa Tengah ) berbaur pada kebudayaan dan kesenian Banjar, maka tak heran Lamut mendapat pengaruh juga dari Wayang Kulit yaitu dialognya mirip dialek wayang. Lamut bukan saja berkembang di seluruh pelosok Kalimantan Selatan tetapi juga sampai di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Sastra Banjar "Lamut " ditampilkan pada umumnya pada malam hari sebagai hiburan masyarakat Banjar pada acara perkawinan, manyampir yaitu berkaitan dengan tradisi keluarga, dan perayaan hari – hari besar atau daerah. Durasi penampilan lamut biasanya 3 jam sampai 5 jam.

Palamutan membawakan cerita duduk di sebuah meja kecil bernama cacampan yang berukuran 1,5 x 2 meter. Cacampan ini diberi titilaman ( tilam kecil ). Pada waktu dulu, di hadapan palamutan disediakan parapen ( perapian ) dupa kemenyan yang selalu berasap dan sebiji kelapa muda yang sudah dipangkas untuk minuman palamutan. Penonton lamut biasanya duduk melingkar seperti tapal kuda.

Lamut termasuk teater tutur yang mempunyai komponen cerita, sutradara atau dalang, penokohan, penonton, dan tempat pertunjukan. Pelamutan sekaligus sebagai sutradara atau dalang yang menciptakan karakter meskipun sudah ada pada pakem.

Lamut berfungsi :

l. Sebagai media da’wah agama islam dan muatan pesan – pesan pemerintah atau

pesan dari pengundang lamut.

2. Sebagai hiburan

3. Manyampir, yaitu tradisi bagi keturunan palamutan.

4. Hajat seperti untuk tolak bala atau doa selamat pada acara kelahiran anak,

kitanan atau sunatan, mendapat rejeki.

Menurut kepercayaan, kalau msnyampir dan hajat ini tidak dilaksanakan maka akan

membuat mamingit yakni menyebabkan sakit bagi yang bersangkutan.

5. Sebagai pendidikan terutama mengenai tata kerama kehidupan masyarakat

Banjar. Biasanya petatah petitih berupa nasehat, petuah atau bimbingan moral.

Lamut mempunyai struktur lakon, yaitu :

1. Sebelum memulai cerita, Pelamutan terlebih dahulu membunyikan tarbnang

dengan nyanyian pembukaan yang terdiri dari syair – syair dan pantun.

2. Narator dan berdialog dilaksanakan dengan terampil oleh pelamutan sendiri.

3. Antara babak –babak lakon selalu diselingi dengan lelucon atau dagelan.

4. Ditutup kembali dengan bunyi – bunyian tarbang yang dinamis.

Cerita pada lamut merupakan cerita terdahulu dari turun temurun, pakem yang tidak tertulis. Sebab tidak ada buku – buku yang merupakan pakem cerita lamut. Oleh karena itu, tidak jarang pelamutan membawakan kisah terjadi ada penambahan dan pengurangan pada cerita semula, bahkan ada yang keluar sama sekali dari carangan ( pakem ).

Sebenarnya pakem yang ada adalah bermula pada sebuah kerajaan yang diperintah oleh seorang raja bernama Jaya Sakti yang berputra kembar , bernama Indra Bungsu dan Indra Bayu. Indra Bungsu berputra bernama Kasan Mandi, sedangkan Indra Bayu berputri Galuh Putri Jung Masari. Kasan Mandi kawin dengan Galuh Jung Masari dan melahirkan Bujang Maluala.

Bujang Maluala kawin dengan putri maharaja Cina bernama Dandan Amas Salian Kaca melahirkan seorang putra bernama Bujang Busur. Bujang Busur kawin dengan Hindawan Bulan melahirkan Bujang Jaya. Bujang Jaya kawin dengan putri Walayu Galuh Mamagar Sari.

Setiap dinasti ini mempunyai cerita tentang percintaan, perang dengan adu kesaktian. Dan tokoh – tokoh yang selalu hadir yaitu Paman Lamut, Anglung, Anggasina dan Labai Buranta, sebagai pendamping setia, penasihat dan panglima perang dari putra –putra raja tersebut.

Setelah dinasti Bujang Bungsu, cerita lamut sudah mengalami perkembangan cerita oleh pelamutan yakni menciptakan cerita baru yang lebih menarik, tetapi masih di dalam suatu pakem. Memang kreativitas pelamutan sangat diperlukan agar cerita lebih menarik, baik bumbu dialog maupun gaya ceritanya.

Dalam pengembangan cerita dapat pula mengambil dari cerita Panji, cerita Andi – Andi, tutur candi, dongeng seribu satu malam, atau pun cerita rakyat, tetapi dalam cerita itu ada tokoh utama Lamut berikut anak – anaknya Anglung, Anggasina dan Labai Buranta.

Instrumen sebagai penunjang lakon yang digunakan oleh pelamutan adalah sebuah tarbang lamut. Tarbang ini bentuknya seperti rebana namun lebih besar, dengan ukuran berdiameter 45 sampas 60cm, terbuat dari kayu seperti kayu nangka, kayu sepat, kayu kursi atau kayu apa saja yang asal liat ( keras ), diberi kulit kambing kemudian disimpai sedemikian rupadengan rotan. Agar mengencangkan kulit tersebut diberi pasak kayu pada penampang bagian belakang tarbang dan dipasak dengan batangan rotan bagian dalamnya.

Pelamutan setelah memukul tarbang dengan beberapa irama, sebagai tradisi maka ia menghaturkan salam kepada penonton dengan berpantun sebagai pembuka. Pantun tersebut antara lain :

Tabusa salah sarai sarapun

Bawa balayar kuliling nargi

Lamun tasalah banyak-banyak maminta ampun

Kisah Banjar dibawa kamari

Pinang anum barangkap – rangkap

Pinang tuha barundun – rundun

Lawan nang anum maminta maaf

Lawan nang tuha maminta ampun

Kemudian dilanjutkan dengan bersyair, merupakan ungkapan bermacam peristiwa, dengan berlagu. Antara lain :

Bismillah itu mula pang ku bilang

Kartas pang dawat jualan dagang

Kartasnya putih salain lapang

Pena manulis di kartas lapang

Bukan badanku pandai mangarang

Hanya taingat di dalam badan

Syair tidak sembarang ucap, tetapi berplot, seperti berikut ini :

Hanyarkurait pulang kaya bilaran

Satu pang tali, dua pang lalaran

Katiga tungkat, ampat pang ukuran

Kalima jarum, anam kulindan

Tujuh kompas, lapan padoman

Kasambilan teori politik

Kasapuluh lawan aturan

Syair yang mengungkapkan sebuah negeri atau kerajaan yang kaya raya, makmur sejahtera. Antara lain :

Nargi Palinggam Cahaya mimang sugih

Handak malunta ada hundang

Bajanggut amas, sisiknya pirak, matanya intan

Lah jua baisi jukung bapangayuh bagiwas

Ulin manggis, bapananjak buluh parindu

Ada beberapa prosa lirik merupakan monolog dalam mengungkapkan jalam cerita, maupun keindahan atau kecantikan seseorang. Misalnya :

Bengkengnya Galuh Putri Jung Masari dalam mahligai. Sabagaimana kambang nang sadang harum – harumnya. Rupa bungas, rupa nang langkar, manisnya. Bakambang goyang, bagalang di batis. Anak rambutnya malantang wilis. Putih kuning kuku panjang nipis nang kaya gambar ditulis.

Kemudian penuturan cerita biasanya dengan prosa lirik, seperti :

Kasan Mandi maluncat ka atas kuda, lamut ka atas kuda Kasan Mandi. Mamukul kuda, lamut jua, tarur Kasan Mandi mambalap ka hujung kampung nargi Palinggam Cahaya.Lamut mambontel di balakang malalui Pasiban Basar. Jauh tatinggal, maka ujar Kasan Mandi : “ Paman Lamut lakasi paman , malam pacangan kadap, subuh tatarang upih, kita mudahan sampai ka rimba rimbangun.

Salah satu pakem Lamut :

BUJANG MALUALA

Setelah dewasa pergi berlayar tanpa tujuan, ditengah lautan tidak disangka – sangka kapalnya dilanda topan sehingga kapalnya hancur., dan kapalnya terapung hanyut sesat ke banua Cina.

Bujang Maluala beserta ponakawannya Lamut, Anglung, Anggasina, dan Labai Buranta menyamar seperti orang Cina, dan masing – masing merubah nama yang disesuaikan dengan nama orang cina.

Kerajaan Cina sangat besar, rajanya bernama Tiung Dermawan mempunyai putri bernama Dandan Amas Salian Kaca serta amban. Benua Cina ini bernama Siming Dermaya.

Bujang Maluala merindukan putri raja meskipun dia belum pernah bertemu Cuma mendengar namanya saja. Kemudian dia minta agar dirinya dijual pada orang Cina itu. Lalu Lamut menjual pada raja Cina itu. Dan bertuigas sebagai pesuruh mengerjakan perintah putri di rumah.

Tak lama kemudian Bujang Maluala jatuh sakit lalu dipukul oleh putri karena dianggap malas bekerja. Bujang Maluala melarikan diri dan melaporkan hal ihwal yang dialamainya kepada Lamut. Kemudian Lamut memberikan minyak guna – guna, maka minyak itu disapukan kepada putri, akhirnya putri jatuh cinta., kemudian Bujang Maluala kawin dengan putri, dan memperoleh putra diberi nama Bujang Busur.

Banjarbaru, 2006